03 April 2014

The Raid 2 : Berandal (2014)

It's Not Over Yet

Jujur, saya sempat meremehkan The Raid. So, saya tak ada keinginan menontonnya di bioskop hingga suatu waktu di tahun 2012 ada yang ngajak nonton film tersebut. Dan wow, it's amazing, saya terkesima. Ini sih di atas rata-rata film Indonesia. Ketika mendengar jika The Raid bakal dijadikan trilogy, saya bersumpah akan sabar menanti dan so pasti wajib nonton di bioskop. 2 tahun 7 hari sudah terlewat dan The Raid 2 : Berandal sudah tersaji. Euforianya masih sama seperti 2 Tahun lalu. Harapan saya masih besar terhadap sekuel ini. Melihat trailer nya makin membuat asa itu melambung.

Dua Jam setelah menyerbu sebuah apartemen dan melumpuhkan Tama (Ray Sahetapy), Rama (Iko Uwais) dihadapkan pada Bunaran (Cok Simbara), seorang kepala unit khusus korupsi. Bunaran ingin Iko masuk ke dalam tim nya guna menjerat para polisi korup. Caranya, Rama harus undercover ke dunia mafia. Dunia permafiaan dihandle oleh dua nama besar, Bangun dan Goto asal Jepang. Untuk masuk, Rico harus mendekati Uco (Arifin Putra), anak Bangun yang kebetulan sedang di dalam penjara.

Rama pun masuk. Peran Rama semakin dalam saat dia benar-benar terhubung dengan Bangun. Di sisi lain, Bejo (Alex Abbad), seorang anak buah Bangun, berhasrat ingin menguasai dunia permafiaan. Dia menghasut dan memanfaatkan Uco yang labil dan tertekan karena mengganggap ayahnya tak mempercayainya.

Bejo sangat percaya diri karena ia didukung anak buah yang mumpuni, Baseball Bat Man (Very Tri Yulisman), Hammer Girl (Julie Estelle), dan The Assassin (Cecep Arif Rahman). Satu persatu mulai disingkirkan, termasuk Bangun sendiri dan tangan kanannya, Eka (Oka Antara), serta Prakoso (Yayan Ruhiyan).

Baseball Bat Man
Tak berbeda dengan 2 tahun lalu, tetap WOW (kali ini dengan huruf besar). Kenapa, karena Gareth Evans memberikan porsi yang lebih lebih dan lebih untuk sekuel ini. Asa ini benar-benar dibuat melayang sangat tinggi. Apa yang terpancar dari trailer nya berubah menjadi pendaran cahaya yang menyilaukan namun memanjakan mata. Lihat saja narasi lurus di The Raid yang berubah menjadi narasi yang cukup berliku di sini. Kalau ada penonton awam yang agak bingung dengan jalan ceritanya, itu berarti Gareth sudah berhasil.

Pria asal Wales ini juga melipat gandakan figting scene nya to the max. bertubi-tubi Gareth menghajar adrenalin dan detak jantung penonton dengan adegan bag big bug tensi tinggi. Gareth benar-benar mengerti betul teori formula tentang sekuel. Gareth tahu betul bagaimana mengemas sebuah sekuel menjadi tontonan yang melebihi prekuelnya. Saya jadi ingat dengan trilogy Iron Man yang semakin inovatif di setiap sekuelnya ataupun trilogy the sun yang mellow itu. Saya ingin The Raid jadi seperti itu nantinya. Saya bahkan tak bisa membayangkan akan jadi sedahsyat apa film ketiga The Raid nantinya.

Beralih ke departemen akting, peningkatan performa ada pada diri Iko Uwais. Bila di The Raid ia lebih banyak beraksi daripada berakting, maka di sini Iko diberi jatah dialog yang lebih banyak. Porsi akting Iko digenjot sehingga ia sempat harus berdrama ria saat beradegan bersama keluarganya. Penampilan aktor-aktor senior juga lurus-lurus saja. Cok Simbara, Tio Pakusadewo, Roy Marten, Dedy Sutomo adalah aktor gaek yang masih stabil di usia paruh bayanya. Oka Antara, Alex Abbad, Julie Estelle, Yayan Ruhiyan bermain apik pada porsinya masing-masing. Marsha Timothy, Zack Lee, dan Epy Kusnandar merupakan hiburan tersendiri akan wajah-wajah selebritis yang numpang di sini. Saya tak bisa mengomentari akting para aktor Jepang tersebut karena mereka hanya berperan sebagai pelengkap saja. Di The Raid 3 nanti, mereka mungkin berperan lebih banyak lagi.

Penampilan terbaik mungkin bisa dialamatkan ke Arifin Putra. Tanpa karakter antagonisnya yang meyakinkan, sekuel ini bisa saja garing. Karakter kuat tapi rapuh, berani tapi takut, tegas tapi bimbang, mampu ditampilkan pria asal Bali ini dengan meyakinkan. Karakter antagonisnya di Rumah Dara mungkin menjadi inspirasinya memainkan karakter tokoh muda labil ini. Ada banyak harapan aktor muda ini terus mengasah bakatnya di dunia film saja, tidak perlu jatuh ke dunia 'hitam' sinetron.


Busway Halte Crash
Cerita memang penting, tapi saya yakin kalian datang nonton The Raid 2 : Berandal bukan untuk lebih memahami ceritanya kan. Ya, kalian nonton pasti untuk melihat adegan kelahinya bukan. Memang itu yang ditawarkan. Sekali lagi, mari kita orgasme bareng-bareng setelah selama 2 tahun berpuasa mehahannya. Bahan untuk orgasme pun sudah disiapkan Gareth dengan sempurna. Ada Baseball Bat Man, Hammer Girl, dan The Assassin sebagai pengganti Mad Dog. Sebenarnya, si anjing gila itu pun masih beraksi dalam wujud seorang Prakoso, seorang jagoan yang kejam untuk lawan-lawannya namun menjadi seorang pengecut di depan anak istrinya.

Koreografi tingkat tinggi diperagakan dengan sempurna oleh para pelakon. Lihatlah gaya bertarung Baseball Bat Man dan Hammer Girl yang lain daripada yang lain. Dengan propertinya, dua anak buah Bejo itu menghabisi lawan-lawannya dengan anggun namun mematikan. Saya pribadi sangat suka dengan ayunan tongkat baseball milik Baseball Bat Man yang dinamis namun efektif. Orgasme kita bakal klimaks sekira setengah jam terakhir dengan final showdown yang epic antara Rama vs The Assassin. Sebagai warming up, tersaji final showdown dini antara Rama vs Baseball Bat Man & Hammer Girl. 

Credit point tersendiri layak disematkan untuk Cecep Arif Rahman. Bayangan kelihaian Mad Dog di film pertama terhapus begitu saja saat melihat gaya bertarung Cecep. Untuk final showdown itu, Gareth menyelipkan sebuah unsur tradisional berupa senjata bernama karambit. Dengan pisau kecil melengkung itu, pertarungan Iko vs Cecep berlangsung lebih brutal. Benar-benar final showdown yang epic yang sah-sah aja kalau ada yang menjadikannya cult.

Tak melulu pertarungan, Gareth juga menghadirkan aksi car chase yang menawan dan dramatis. Lihat saja bagaimana sebuah halte busway hancur diterjang mobil yang merupakan salah satu kejutan di adegan ini. Gareth menghadirkan car chase yang dia balut dengan sudut pengambilan gambar yang berani namun indah.


Final showdown
Dan berbicara soal angle pengambilan gambar, saya suka dengan gaya Gareth yang mendramatisir situasi dan kondisi hanya dengan memfokuskan kamera pada sesuatu. Fokus situasi itu makin berkualitas dengan iringan scoring yang digarap apik secara keroyokan oleh Aria Prayogi, Joseph Trapanese, dan Fajar Yuskemal. Kalau untuk angle pengambilan gambar, layak lah kita berterimakasih kepada Matt Flanery dan Dimas Imam Subhono yang menjadikan sebuah angle terlihat lebih artistik dan ciamik.

The raid 2 : Berandal, sebuah anomali bagi perfilman Indonesia, khususnya genre action. Tak sabar menunggu anomalinya sekali lagi.

2 comments:

  1. Barusan nonton td siang mas..mau nulis..tapi baru baca tulisan ini..lahhh sudah dijabarkan semua sama mas ne ..jd bingung meh review apa lg haha..palingan nambahin : senang liat perkembangan para mafia indo..kalau dulu kerjane sok di sangar2 i n marah2 melulu n ngumpat tpi jatuhnya kampungan ( eks: serigala terakhir)..skrg jauh lebih cool n berkelas..uda mirip ama mafia2 nya korea ( eks: new world (2013)

    ReplyDelete
  2. Lah, ya ditulis apa adanya aja sesuai imajinasimu. Ha ha, iya, mafia nya setingkat lebih tinggi. Wuih, reviewnya serial terus ya. Bagi aku, serial itu sesuatu yg gak tersentuh. Hampir pasti gak bisa lihat serial karna keterbatasan waktu untuk nonton, padahal serial kan ditontonnya harus kontinyu

    ReplyDelete