12 June 2016

Eddie The Eagle (2016)

Win or Lose, Always Aim High

Suatu keberhasilan memang butuh pengorbanan. Pengorbanan bisa berarti membuang tenaga, waktu, dan uang. Namun pengorbanan tersebut terasa sia-sia tanpa ada tekad dan keberanian. Keberhasilan yang dicapai pun bukan merupakan sesuatu yang absolut, bisa berarti keberhasilan adalah berhasil secara pribadi, bisa pula berhasil secara umum dan luas. Sebagian besar hal itu mengilhami dan menjadi tema sebuah film olahraga. Suatu tema yang begitu-begitu saja dan terus terulang. Dan lucunya terus dilakukan. Eddie The Eagle pun termasuk di dalamnya.

Sejak kecil, Eddie Michael Edwards (Taron Egerton) sudah mengalami disabilitas. Dia harus memakai alat bantu untuk kakinya yang tidak normal berjalan. Namun saat remaja, kelainan itu sembuh. Eddie tak harus memakai alat bantu lagi untuk berjalan. Kenyataan itu makin membuatnya yakin bahwa ia akan mengikuti olimpiade, suatu tekad yang ia niati sejak kecil. Menyadari bahwa olimpiade musim panas adalah hal yang mustahil untuk ia ikuti, Eddie berpaling ke olimpiade musim dingin. Dan ia memilih lompat ski (ski jumping), suatu cabang olah raga yang terakhir kali diikuti oleh atlet Inggris pada 1929. Di situlah Eddi menemukan keberhasilannya.

Eddie The Eagle sebenarnya merupakan biopic. Dan olahraga menjadi background nya sehingga pola yang digunakan di sini lebih banyak pola yang merupakan tema umum film olahraga. Sisi biopic nya memang masih ada, tetapi sisi sportnya lebih mendominasi. Bukan sesuatu yang salah sih. Nyatanya, Eddie The Eagle menjadi sebuah tontonan yang menghibur, menyenangkan, dan yang pasti menginspirasi.


The Moment
Ada banyak pesan tersurat dan tersirat di sini. Sembuhnya disabilitas kaki Eddie bisa jadi adalah karena tekat dia yang ingin menjadi seorang atlet. Tak hanya atlet biasa, tetapi atlet olimpiade. Dan tekat itu tetap melekat hingga ia benar-benar bisa berlaga di olimpiade. Cemooh adalah makanan tiap hari bagi seorang calon juara. Tapi Eddie bukanlah seorang juara. Ia bukanlah yang terdepan di nomor 70 meter maupun 90 meter. Tetapi ia adalah juara di hati semua orang, juara bagi negaranya, dan yang pasti juara bagi dirinya sendiri.

Sosok Eddie hidup berkat penampilan Taron Egerton yang bisa dibilang menawan. Kita tak melihat lagi ketampanan dan keflamboyanan Taron seperti saat ia tampil di Kingsman: The Secret Service. Sebaliknya, ia tampil bodoh, culun, tak tampan, tak menarik, dan canggung yang sesuai dengan kondisi Eddie sebenarnya. Dengan rambutnya yang tak tertata dan awut-awutan. kaca mata tebal, serta kumisnya yang ngga banget, Taron menjelma menjadi salah satu tokoh asal Inggris yang populer saat itu. Nilai plus nya adalah Taron memang asli Inggris.


Bapak Ibunya Eddie
Meski biopic, tetap saja ada tokoh fiksi yang harus ditambahkan agar sajian ini bisa lebih dramatis. Dan dia adalah Bronson Peary (Hugh Jackman) sebagai orang dekat dan pelatih Eddie. Seperti biasa, penampilan Jackman tidak buruk. Ia memainkan perannya sesuai dengan kapasitasnya. Melihat Jackman di sini, mengingatkan Jckam saat dia bermain di Real Steel.

Eddie The Eagle, biopic bersetting olahraga yang ringan, menghibur, dan inspiratif. Ada momen-momen dramatis di sini yang mungkin saja membuat anda merasa sentimentil. Eddie berada pada tingkat yang sama dengan film-film lain yang bertema olahraga, sesekali dilupakan dan terkadang ingatan akan film itu muncul lagi. Jump Eddie jump.

1 comment: