24 December 2013

Frozen (2013)


Setelah cukup lama berada di bawah bayang-bayang saudara mudanya, Pixar, Walt Disney Animation (WDA) terus unjuk gigi. Chicken Little, Meet The Robinson, Bolt, Tangled, Wreck It Ralph adalah karya WDA yang dua judul belakang mendapat kritik positif. WDA muncul secara kebetulan di saat Pixar sedang mengalami masa jenuh. Cars 2 mendapat reaksi kurang hangat serta Brave terbilang biasa saja. Meski mulai fokus menggarap animasi tapi WDA masih tak lupa menggarap animasi 2D. The Princess and the Frog adalah karya terakhirnya yang mendapat sambutan positif. Dengan bekal dua tema putrinya yang mendapat sambutan menggembirakan, WDA dengan pede nya merilis Frozen.

Tersebutlah sebuah kerajaan bernama Arandelle. Raja dan ratu mempunyai dua putri, Elsa (Idina Menzel) dan Anna (Kristen Bell). Sejak lahir, Elsa dianugerahi kekuatan sihir. Dia bisa menciptakan salju. Sementara Anna terlahir normal tanpa anugerah apapun. Anna seringkali meminta kakaknya membuatkannya wahana bermain dari salju hingga suatu ketika secara tak sengaja Elsa memasukkan salju ke kepala Anna.

Anna berhasil disembuhkan Grandpa Pabbie (Ciaran Hinds), seorang troll sakti dan bijak. Benak Anna akan kemampuan sihir Elsa pun juga dihilangkan. Elsa yang sangat merasa bersalah mengurung diri. Sikap introvert Anna didukung oleh raja dan ratu dengan menutup seluruh pintu dan jendela istana. Raja dan ratu wafat dalam kecelakaan laut yang membuat Elsa diwajibkan menggantikannya. Hari penobatan Elsa adalah hari saat pintu dan jendela Istana Arandelle dibuka.

Banyak raja, ratu, pangeran, bangsawan dari kerajaan lain datang dalam penobatan itu. Anna yang kegirangan dan merasa dirinya telah bebas dari kungkungan istana bertemu Pangeran Hans dan langsung jatuh cinta dan ingin menikah. Keinginan Anna mendapat tentangan Elsa yang membuat kekuatannya yang selama ini dipendam menjadi tak terkendali. Merasa malu, Elsa mengasingkan diri ke Gunung. 

Bling bling snow
Anna yang merasa bersalah bersedia menemui kakaknya, meminta maaf dan mengajaknya kembali. DI tengah perjalanan ia bertemu dengan Kristoff (Jonathan Groff), seorang penjual es balok yang selalu setia ditemani Sven, rusa jantannya. Anna juga bertemu dengan Olaf (Josh Gad), boneka salju unyu buatan Elsa.  

Seperti Tangled yang mengadopsi cerita Rapunzel. Frozen juga merupakan sebuah cerita adaptasi dari naskah Snow Queen milik Hans Christian Andersen. Keduanya diadaptasi begitu bebasnya hingga hanya garis besarnya saja yang diambil dari cerita tersebut. Bahkan judulnya pun dibuat sangat berbeda, Tangled (Rapunzel) dan Frozen (Snow Queen). Tapi bukan Walt Disney namanya jika tak membuat cerita adaptasi menjadi lebih menarik. 

Disney menjadikan Frozen laksana film-film klasiknya dulu seperti Snow White and the Seven Dwarfs, Beauty and the Beast, Aladdin, The Little Mermaid, Sleeping Beauty, dan Cinderella. Dititik beratkan pada istana, putri, dan pangeran, WDA menjadikan Frozen sebuah cerita dongeng khas anak-anak. Yup, Frozen adalah film anak yang begitu mudah dicerna.

Lihat saja ceritanya yang bagi orang dewasa semuanya serba kebetulan juga, loncatan ceritanya terlalu jauh melompatnya sehingga kita para orang dewasa hanya bisa bilang "kok bisa begitu". Ah tapi sudahlah, ini memang film anak-anak. Anehnya, Frozen mempunyai twist yang tentu saja melenceng jauh dari pakem novelnya dan twist bukanlah konsumsi umum bagi seorang bocah. Tapi itu tidak menjadi masalah, anak zaman sekarang masih sangat bisa menikmatinya. Pun orang tua yang mendampingi, mereka seakan dibawa kembali ke film-film Disney klasik. Ya, klasik. Termasuk tidak merubah gaya guyonannya yang sedikit slapstick namun sudah diimprovisasi dengan one liner joke. Chris Buck dan Jennifer Lee sepertinya paham dengan kondisi itu sehingga 102 menit durasinya seakan tak terasa.

Olaf when getting his nose
Tak kalah dengan Pixar dan studio animasi lain, animasi WDA juga tampak halus, padat, dan enak di mata meski kontrasnya saya pikir sedikit kurang. Perhatikan saja bulu Sven yang terlihat sangat real saat terhembus hawa dingin salju termasuk tapak kaki lebarnya yang menjejak salju. WDA juga menciptakan scenery dan pernak-pernik view salju yang indah (sayangnya saya tak lihat versi 3D nya). Meski seharusnya dibuat secara dark, namun WDA membuat Frozen bernuansa cerah, secerah putihnya salju yang diciptakan Elsa.

Teman saya yang seorang kartunis pernah mengatakan bahwa kebanyakan tokoh kartun dalam satu manga mempunyai wajah yang sama. Yang membedakan adalah rambutnya. Saya merasa Frozen kok demikian ya. Saya pribadi kurang bisa membedakan mana Elsa dan mana Anna jika tidak melihat rambut dan pakaian yang mereka kenakan. Pangeran Hans dan Kristoff juga mempunyai wajah mirip. Apakah kalian juga berpikir demikian? Yang pasti untuk karakter mimik dan detil yang mengagumkan, studio Hollywood masih kalah jauh dari Studio Ghibli.

Jika Anna adalah Rapunzel, jika Kristoff adalah Flynn Rider, dan jika Sven adalah the Horse. Maka Olaf adalah perkecualian. WDA menciptakan maskot tersendiri untuk Frozen berupa manusia salju unyu yang bahkan bukan bentuk lazim dari sebuah boneka salju. But I love it. Olaf lah salah satu bagian cukup besar yang membuat Frozen menjadi lebih hangat diantara dinginnya permukaan salju yang terhampar. Tanpa joke segar dari Olaf, bisa jadi Frozen makin dingin seperti sebongkah es balok yang diangkut Kristoff. Olaf, sebuah boneka salju yang justru ingin merasakan summer tanpa memikirkan yang namanya meleleh, ha ha. Olaf bakal diingat sebagai salah satu icon Disney yang memorable. I like a warm hugs.

Seperti film produksi WDA lainnya, Frozen juga tidak menghadirkan artis kelas satu untuk mengisi suara setiap tokohnya. Dalam dubbing, saya pikir suara yang cocok dan pas sudah cukup tanpa melihat siapa yang mengisinya. Kristen Bell, Idina Menzel, dan banyak yang memuji Jonathan Groff sudah berhasil membawakan 'peran' yang mereka suarakan. Dan jangan lupa dengan Josh Gad yang sangat berhasil melucukan suara Olaf.   

I'm melting
Kisah klasik Disney adalah lagu (musical) di setiap filmnya. Frozen pun demikian. Musical Frozen diisi dengan lagu yang cukup indah. Saya suka dengan Do you want to build a snowman?, For the first time in forever, dan Let it go. Dalam versi sound track nya, hanya ada Let It Go yang dinyanyikan Demi Lovato. Sayangnya sound track untuk versi Indonesia tidak ada. Tercomot duluan oleh penyanyi Malaysia, Marsha Milan Londoh, yang menyanyikan Let It Go versi Melayu dengan judul Lepaskan.

Eits, tunggu dulu. Sebelum Frozen tersaji, sebuah film pendek bertajuk Get a Horse memaksa penonton kembali ke masa lalu Disney dengan maskotnya, Mickey Mouse. Mungkin awalnya membosankan, tetapi uniknya, Get a Horse pada akhirnya mengombinasikan versi klasik (kartun) dan modern (animasi). Sajian yang cerdas dari Lauren MacMullan. Sayangnya lagi-lagi saya tak menonton versi 3D nya. :(

Frozen, karya Disney yang secara perlahan mengembalikan kejayaan WDA. Kembali dengan konsep kisah klasiknya, WDA dengan Frozen ternyata berhasil. Frozen bagi Disney adalah back to basic, back to classic. Tak sabar menunggu karya WDA selanjutnya, Big Hero 6.

3 comments: