31 December 2013

Insidious: Chapter 2 (2013)



Insidious adalah salah satu fenomena di genre horor. Dengan bujet kecil, tidak diperhitungkan, dan minim aktor kelas A, Insidious berhasil masuk dunia astral dan kembali ke dunia nyata dengan hasil box office, kritik positif, dan artisnya mulai dan kembali mendapat nama. Saya sendiri tak sengaja menonton Insidous. Tanpa ada rekomenasi dari siapapun, saya lepas aja menonton Ty Simpkins menjelajahi dunia arwah. Dan ternyata itu mengasyikkan. Keasyikan ini rupanya juga menghinggapi sang produser Jason Blum untuk meneruskannya menjadi sekuel. Masih dipercayakan kepada James Wan, Chapter 2 pun jadilah.

Meneruskan kisah terakhir di Insidious, Elise Rainier (Lin Shaye), sang paranormal, tewas dengan bekas cekikan di lehernya usai menuntun Josh lambert (Patrick Wilson) dan Dalton Lambert (Ty Simpkins). Pelaku diduga adalah Josh, namun polisi tak bisa membuktikan. Sembari menunggu terbukanya segel yang dipasang polisi di rumahnya, Josh mengajak keluarganya tinggal di rumah ibunya, Lorraine Lambert (Barbara Hershey). Namun teror yang menghantui keluarga Lambert tetap tak berhenti.

Tentu saja yang mendapat teror pertama kali adalah istri Josh, Renai Lambert (Rose Byrne) yang selalu ada di rumah. Lorraine yang mengetahui hal itu menghubungi partner Elise, Specs (Leigh Whannell) dan Tucker (Angus Sampson). Mereka berdua yang menemukan fenomena aneh lalu meminta bantuan rekan Elise satu angkatan, Carl (Steve Coulter). Penyelidikan itu ternyata membawa mereka ke sebuah misteri kenapa keluarga itu terus mendapat teror.

Don't you dare
Meski mengusung teknik yang sama seperti prekuelnya, tetapi saya menganggap Insidious: Chapter 2 tetap solid. Saya selalu menghormati setiap genre horor. Karena itu, meski sekuel ini disuguhkan tak jauh dari The Conjuring yang juga sama-sama dibesut Wan, Insidious: Chapter tetap tak kehilangan kengeriannya. Bahkan saya lebih menikmati chapter 2. Motif adalah salah satu alasan kenapa saya lebih suka sekuel ini.

Motif itulah yang menjadikan sekuel ini berubah dari horor menjadi thriller. Saya bertambah girang lagi setelah mengetahui yang menjadi korban the black bride ada belasan jumlahnya. Dan mayatnya tetap utuh saat ditampilkan. Wan benar-benar mengerti selera saya yang suka mayat. Dalam profesi yang saya geluti, keberadaan mayat terkadang dirindukan, terlebih mayat yang masih segar meski itu sudah tak utuh lagi.

Asyiknya lagi, di sini Wan membuat rangkaian cerita yang flashback yang bahkan terjadi antar dimensi dunia. Pola seperti itu juga saya demen. Jika ada yang lupa atau tidak tahu dengan sejumlah scene flashback di sini, lebih baik menonton kembali prekuelnya.

The Coffin
Di jajaran departemen akting, semuanya masih kompak meski ada tambahan pelakon-pelakon baru. Aktor kesayangan Wan, Patrick Wilson, tetap menjalankan tugasnya sebagai kepala keluarga. Yang berbeda di sini, ia juga harus berperan sebagai the villain juga. Mungkin yang tidak ada di prekuel Insidious adalah humor. Sayangnya humor yang disisipkan di sini tidak berjalan dengan benar melalalui sosok Specs dan Tucker.

Insidious: Chapter 2, masih lah solid sesolid prekuelnya. James Wan adalah faktor kesolidan itu. Bila melihat endingnya, ada kemungkinan Insidious bakal menjadi trilogy. Namun ada dugaan jika Wan dipaksa membuat ending seperti itu. Karena seperti yang Wan sampaikan, ia sudah enggan jika harus menyutradarai lanjutan Insidious lagi. 

1 comment: