17 November 2013

Epic Java (2013)


Selain menghadirkan film-film yang ditujukan untuk menjadi komersial, para sineas film Indonesia masih mempunyai idealisme membuat film yang sesuai dengan ide mereka. Contohnya adalah 4 Remaja ini yang melakukannya berdasarkan kecintaan mereka pada alam. Terciptalah Epic Java, sebuah flm indie non naratif yang menyajikan keindahan alam Pulau Jawa sebagai sajian utama.

Karena non naratif, maka Epic Java tak mempunyai struktur bahasa lisan di dalamnya. Namun Epic Java masih memiliki alur yang disusun secara runut oleh Galih Mulya Negara. Satu-satunya bahasa di sini adalah bahasa verbal yang bisa dilihat namun tak bisa didengar di awal film. Ketiadaan bahasa digantikan oleh scoringnya yang menurut saya luar biasa. Digarap oleh Denny Novandi Ryan, scoring Epic Java berebutan dan bertubi-tubi masuk ke sanubari.

Aura scoring yang masuk ke pendengaran sama dahsyatnya dengan aura visual yang masuk ke mata. Arie Naftali Hawuhede yang juga bertindak sebagai produser mampu menangkap alam dari sudut pandang yang potensial. Bahkan, saya berpikir jika Epic Java suatu waktu harus diconvert ke dalam format 3D demi mendapatkan visualisasi yang lebih hidup. Sungguh, gambar di Epic Java sangat dan sangat hidup. Siapa yang menyangka jika dokumenter ini dishoot menggunakan kamera SLR dengan teknik time lapsed dan slow motion..    

Sumur Gumuling Taman Sari

Semua faktor hebat itu diarahkan dengan apik oleh Febian Nurrahman Saktinegara. Febian pula yang mengedit Epic Java sehingga menjadi tontonan yang memukau. Dengan mengambil 50 lokasi dan 1 tahun pengerjaan, 30 menit perjalanan dari Jawa bagian timur ke Jawa bagian barat pun seakan tak terasa. Imaji ini seakan kurang dengan keterbatasan waktu tersebut.

Epic Java terbagai dalam 3 segmen, Surya (Jatim), Sakral (Jateng, Jogja), dan Priangan (Jabar). Surya bercerita tentang matahari yang terbit dari timur. Sakral mengisahkan kehidupan mistis dan religiusitas sementara Priangan menggambarkan kehidupan tradisional dan modern di Jawa. Epic Java dikatakan merupakan penggambaran keindahan Indonesia. Namun kritik mengatakan jika Indonesia tidak hanya Jawa saja.

Ternyata Jawa dipilih karena keempat punggawanya yang tergabung dalam Embara Films ini tingal di Jawa. Dan mereka dengan jujur mengakui jika mereka tak mungkin menggarap di luar Jawa dengan keterbatasan yang ada, khususnya dana. Dana untuk Epic Java saja didapatkan melalui crowdfounding. Setelah tanggapan positif atas Epic Java terus berdatangan, proyek berikutnya kemungkinan besar akan menyasar lokasi yang lebih luas lagi.

Green Canyon
Jujur, saya adalah orang yang terbatasi dalam hal travelling. Bukannya tidak suka, tetapi waktu adalah hal utama saya kurang bisa bepergian ke suatu tempat dalam waktu cukup lama. Keterbatasan lain adalah dana :). Dengan menonton Epic Java, kerinduan akan berpetualang di alam atau tempat wisata sedikit terobati. Namun di sisi lain, Epic Java juga membuat hati ini menggebu-gebu ingin datang ke objek alam yang disajikan. Nah lho, bikin tidur tak nyenyak.

Saya tak perlu menyebutkan objek mana saja yang hadir di Epic Java. Apapun objeknya, visualisasi yang terbentuk adalah indah. Selain mata yang terus melotot, mulut ini tak henti-hentinya menggumamkan tahmid, Subhanallah, indah nian ciptaanmu ya Rob.

Epic Java, dokumenter yang mampu menghanyutkan imaji akan keterbatasan kita dalam mengakses alam. Dengan scoring yang luar biasa, imaji ini akan mengawang-awang menuju lokasi dan tanpa sadar memuji keagungan dan kebesaran Tuhan semesta alam akan kemurnian dan keindahan yang telah diberikan.
The ticket

No comments:

Post a Comment