22 July 2013

Upside Down (2012)

Two worlds One future
Gravitasi menarik segalanya melalui kekuatannya. Tanpa alat atau sarana, mustahil gravitasi bisa ditaklukkan. Namun apa jadinya jika dua planet berdekatan mempunyai gravitasi berlawanan. Masing-masing mempunyai persamaan dan perbedaan. Apakah cinta juga akan mengingkari takdirnya melalui gaya tarikan?

Atas fenomena alam yang tak diketahui kenapa, dua planet terbentuk saling berdekatan. Uniknya, dua planet itu mempunya gaya gravitasi sendiri-sendiri. Dan yang lebih unik lagi, tiap-tiap masyarakatnya membawa gaya gravitasinya sendiri sehingga mereka tak diperkenankan tinggal di planet bukan kelahirannya. Hanya di Transworld mereka bisa bercampur. Transworld adalah bangunan sebuah perusahaan yang menghubungkan dua planet tersebut.

Up top dan down below, sebutan bagi kedua planet itu. Up top diisi dengan kehidupan modern bagaikan surga. Semua high tech and life ada di sana. Kondisi itu berbalik 180 derajat dengan kehidupan di down below yang kumuh, kotor, gelap dan, miskin. Bahkan up top mengeksploitasi down below dengan menguras sumber daya minyaknya.

Look like Peter Parker and Mary Jane at the opposite
Seorang bocah down below secara tak sengaja bertemu dengan seorang gadis up top. Mereka akrab lalu menjalin kasih. Hubungan Adam Kirk (Jim Sturgess) dan Eden Moore (Kirsten Dunst) ketahuan dan mereka dipisahkan. 10 tahun berlalu, Adam mengetahui jika Eden bekerja di Transworld. Adam pun berusaha agar dia bisa bekerja di sana dan bertemu dengan pujaan hatinya. Demi Eden, Adam rela menentang gravitasi.

Tema yang unik dan menarik dari Juan Solanas. Jika perbedaan biasanya hanya meliputi skala mikro, Solanas menjadikannya makro dengan menjadikan planet sebuah wadahnya. Dengan modal keunikan itu, Solanas memaksimalkan pandangannya kepada sisi artistik film. Tak heran mata kita bakalan dimanjakan dengan keindahan dan keunikan up top, down below, dan pencampuran keduanya di transworld.

Solanas bahkan ingin menjulingkan mata dan melelahkan leher kita dengan keunikan temanya tersebut. Tapi santai saja, awalnya memang lelah tetapi lama-lama lelah juga. he he he. Meski visualnya dibolak-balik, namun Solanas menebusnya dengan menyapukan warna-warna sesuai bright dan kontrasnya di tiap scene. Untuk visual, Solanas patut diacungi jempol.

Up top - Down below
Sayangnya keindahan visual Upside Down tidak diimbangi dengan script yang mumpuni. Script yang ditulis Solanas sendiri bahkan lebih standar dari tema cinta itu sendiri. Saya tak merasa Adam sudah berjuang keras dengan caranya sendiri untuk mengambil hati Eden. Saya juga tak merasa Eden meresponnya dengan baik. Ada semacam missing pada kata 'cinta' itu sendiri. Semuanya standar saja meski seharusnya lebih bisa dimaksimalkan.

Padahal Jim Sturgess sudah bekerja keras untuk itu. Namun script yang ada tak membiarkannya lebih berkembang lagi. Kirsten Dunst malahan lebih tak berkembang lagi. Hanya muncul sebagai pemanis saja meski dia adalah aktris utama. Yang patut mendapat simpatik justru Timothy Spall, yang dengan gayanya sendiri menjadikan film ini lebih berwarna.

Overall, Upside Down memang tak bagus-bagus amat khususnya dalam sisi penceritaan. Tetapi dalam sisi visual, film ini menjadi tak terlupakan dengan angle-angle pengambilan gambar yang menarik. Bayangkan saja gaya Adam dan Eden mengarungi gravitasi cinta saat kalian sedang bercumbu dengan kekasih.

No comments:

Post a Comment