03 July 2013

Amour (2012)


Cinta memang indah. Cinta memang menyenangkan. Dan cinta memang menggairahkan. Namun apakah kita mampu menjaga keberlangsungan cinta sepanjang hidup. Belum tentu. Karena itu, cinta sejati adalah cinta yang dibawa sejak tumbuh hingga mati. Kedengarannya klise, tetapi itu memang apa adanya. Dan Amour bercerita tentang itu, truly love, sesuai dengan artinya, cinta.

Kehidupan pasangan lanjut usia, Georges (Jean-Louis Trintignant) dan Anne (Emmanuelle Riva), berlangsung wajar. Sebagai mantan guru musik, mereka kerap datang ke konser musik, termasuk ke konser mantan muridnya, Alexandre (Alexandre Tharaud). Namun kehidupan nyaman di hari tua itu pudar setelah Anne diketahui menderita stroke. Setelah dioperasi, bagian tubuh kanan Anne justru lumpuh. Meski begitu, Anne enggan dibawa ke rumah sakit.

Jadilah Georges merawat Anne semampunya. Anak mereka, Eva (Isabelle Huppert), meminta agar ibunya dimasukkan panti werdha saja atau setidaknya dicarikan seorang perawat. Hanya permintaan kedua yang dituruti. Namun Georges segera memecat perawat harian itu karena kinerjanya yang buruk. Georges sekali lagi merawat Anne. Kian hari, penyakit Anne semakin lama semakin parah dan semuanya menjadi kekanak-kanakan. Namun Georges terus setia mendampingi dan merawat istrinya tersebut.


Sama sekali tak ada yang diumbar di Amour. Paras rupawan, suasana romantis, momen sentimentil nan mengharukan, atau lagu romansa, itu semua tak ada. Yang ada hanyalah sepasang pasutri keriput dan sebuah flat kecil. Mampukah dua hal itu menjadikan film berbahasa Prancis ini mengimbangi judulnya. Di tangan yang salah, Amour bisa jadi akan terjun bebas. Untunglah Michael Haneke fasih menerjemahkannya. Ya, karena pria Austria ini jugalah yang menulis script film yang diganjar Palme d'Or ini.

Selain tak ada unsur 'cinta', Amour sangat mungkin menyiksamu dengan jalan ceritanya yang lambat. Scene-scene yang tak perlu dan pengambilan gambar yang super lama. Pokoknya terasa menjenuhkan. Agar bisa menikmati, gunakan hati dari pada mata. Karena Haneke sendiri memainkan emosi untuk menyelami karakter-karakter di dalam Amour.

Imagine when we are old
Bagian klimaks nya mungkin akan menghentak dan unbelievable. Tapi setidaknya begitulah cinta di mata Haneke. Tak rela pasangannya menderita, tak ada orang lain yang terlibat, dan semuanya diselesaikan sendiri atas nama cinta, yang mungkin bagi Haneke tindakan itu adalah lebih dari kata cinta itu sendiri, pengorbanan.

Amour, sebuah tipuan persembahan Haneke yang secara kasat mata tak mempunyai formula kisah kasih sama sekali, tetapi menghasilkan ledakan hati tingkat tinggi. Terasa kasar tetapi sangat halus, terlihat rapuh tetapi tegar, dan terdengar sumbang namun sangat merdu. Itulah cinta, itulah Amour. 

No comments:

Post a Comment