21 May 2013

Liberal Arts (2012)

Sometimes students make the best teachers

Apakah kebebasan mempunyai seni? Di barat sana, kebebasan mungkin adalah segalanya. Tetapi di pikiran Jesse Fisher (Josh Radnor), kebebasan bisa menjadi sebuah seni jika ia dibatasi. Semuanya harus berpulang ke diri sendiri jika seseorang ingin mengerti arti dan makna akan sebuah kebebasan.

Jesse adalah seorang admissions officer di sebuah lembaga pendidikan di New York. Situasi Josh saat itu tak bergairah setelah ia baru saja didepak pacarnya. Namun gairah Jesse kembali menggelora ketika mantan dosennya, Profesor Peter Hoberg (Richard Jenkins), mengundangnya dalam pesta perpisahannya sebagai dosen Universitas Ohio.

Apa yang membuat Jesse bergairah, tak lain karena ia bisa kembali ke tempat ia belajar literatur dan bahasa dulu. Kampus yang asri dan hijau membuatnya segar kembali. Dan memang Jesse adalah orang yang tak bisa lepas dari aktivitas belajar, dan membaca tentunya.

Di kampus almamaternya tersebut, Jesse berkenalan dengan Elizabeth (Elizabeth Olsen), seorang mahasiswa baru kampus tersebut. Elizabeth yang biasa disapa Zibby ini adalah anak dari murid Profesor Peter yang lebih senior dari Jesse. Perkenalan singkat tersebut rupanya membekas di hati mereka.

Who's jealous?

Rupanya kesamaan hobi yakni membaca dan musik menjadi perekat hubungan mereka. Uniknya, hubungan selanjutnya mereka lakukan menggunakan cara konvensional, menggunakan surat. Cara yang kurang lazim di tengah era digital ini. Tetapi kegundahan akan hubungan yang mulai intim ini justru mulai mendera hati Jesse.

Usia. Ya, usia Jesse yang 35 dan usia Zibby yang baru 19 tahun membuat Jesse kurang pede. Hubungan itu pun jadi complicated. Pikiran Jesse pun timbul tenggelam saat ia berinteraksi dengan mantan dosennya, Profesor Judith Fairfield (Allison Janney); mahasiswa pintar, Dean (John Magaro); mahasiswa berpikiran bebas, Nat (Zac Efron); dan seorang librarian, Ana (Elizabeth Reaser).

Film yang manis, semanis Elizabeth Olson. Karena ditulis dan disutradari sendiri, Josh jadi lebih mudah menerapkan ide-idenya ke dalam layar semenarik, sedetil, setraktif, dan seintimate mungkin. Mungkin hubungan Jesse dan Zibby kurang intim, tetapi hubungan penonton ke masing-masing karakter justru menjadi lebih intim.

Hubungan itu seakan terwakilkan ke Jesse. Seperti kita bisa merasakan sedepresi apa seorang Dean, mahasiswa pintar yang tak punya teman dan sebebas apa pemikiran seorang Nat, mahasiswa hippie yang tak pernah ambil pusing. Namun Jesse juga tak menyangka jika pikirannya yang terpatri positif ke orang-orang tertentu justru menjadi tanda tanya besar.

Not married yet but keep having sex with the young

Lihat saja profesor Peter Hoberg yang terus beranggapan dirinya masih berusia 19 tahun dan masih layak mengajar, padahal ia sudah pantas untuk pensiun. Dan lihat pula aura postif dan sikap disiplin profesor Judith Fairfield yang ternyata hanya digunakannya sebagai kedok untuk menutupi kebujangannya. Dan Josh juga tak menyangka jika Ana merupakan jawaban dari tanda tanya besarnya itu. Soal hubungan Jesse dan Zibby? tak usah diterangkan karena itu sudah tersurat.

Dialog-dialog di sini memang cukup panjang dan bagi sebagian orang terasa membosankan. Tetapi ada banyak quote-quote manarik di dalamnya jika disimak lebih dalam. Humor pun sebenarnya juga ada. Namun karena humornya terlalu serius, jadinya malah tak lucu, biasalah, humornya para mahasiswa pintar.

Berkaca pada kata pintar dan intelek, film ini juga mengkritik sesuatu yang tak pintar. Dan buku serial Twilight lah yang menjadi korbannya sehingga Jesse pun tak habis pikir bahkan menyayangkan sikap Zibby yang kok bisa-bisa nya membaca bacaan yang sama sekali tak intelek (kali ini saya setuju dengan Jesse). Jesse : This is the worst book ever written in English.

Memang bukan film megah dan wah, tetapi Liberal Arts mengajarkan pada kita bagaimana kita harus bersikap, baik terhadap diri sendiri dan orang lain. Asyiknya, film ini serasa tak menggurui siapa pun. Dari sekian banyak quote yang ada, saya paling suka quote ini 'Guilt before we act is called morality' (rasa bersalah sebelum kita bertindak disebut moralitas).