16 January 2013

Alex Cross (2012)

Don't Ever Cross Alex Cross
Bersandar pada kesuksesan Kiss the Girl (1997) dan Along Came a Spider (2001), seorang Alex Cross ditampilkan lagi. Kali ini Tyler Perry menggantikan Morgan Freeman sebagai Alex Cross, seorang polisi yang juga ahli psikologi. Judulnya pun langsung menggunakan nama Alex Cross sendiri, bukan sebuah frasa atau sebuah kalimat.

Layaknya seorang Sherlock Holmes, Cross selalu menganalisa suatu kasus melalui petunjuk-petunjuk di crime scene. Petunjuk itu membawanya kepada seorang the butcher from Sligo aka Picasso (Matthew Fox), seorang pembunuh profesional. Meski identitasnya belum diketahui, Cross yang dibantu rekannya, Thomas Kane (Edward Burns), sudah mengetahui sasaran si Picasso.

Oh ya, the villain ini dijuluki Picasso karena selalu meninggalkan bukti sebuah goresan charcoal abstrak berisi petunjuk. Merasa terintimidasi, Picasso yang awalnya tak meladeni Cross malah membunuh istri Cross dan kekasih Thomas. Cross dan Thomas pun berusaha memburu pembunuh berkepala plontos ini. Ternyata ada konspirasi di belakang kasus tersebut.

Saya sendiri belum pernah nonton Kiss the Girl maupun Along Came a Spider. Tetapi dari kabar yang berputar-putar di dunia maya, Alex Cross tak bisa disandingkan dengan 2 film Morgan Freeman tersebut. Alex Cross lebih baik ? Oh tidak, justru Alex Cross hancur lebur.

Scriptnya yang dangkal, kurang pas nya seorang sosok Alex Cross dan karakter-karakter yang tak berkembang menjadikan Alex Cross gampang terlupakan. Kita tak pernah tahu bagaimana seorang Picasso menjadi seperti itu. Memang sudah ditampilkan bagaimana Picasso terobsesi denga rasa sakit, tetapi itu tak cukup.
Cross vs Picasso

Tyler Perry memang terkenal di Amerika dengan Madea nya. Tetapi banyak yang bilang (termasuk saya) jika Perry kurang bergairah menjadi seorang Alex Cross. Tubuhnya yang tambun dan mimik mukanya yang kurang garang serta sering kebingungan menjadikan Alex Cross seperti polisi yang garing. Tetapi untuk mimik muka ala family guy, sepertinya Perry lebih cocok.

Cross sepertinya lebih cocok jadi dukun daripada seorang polisi. Saat Picasso hendak melakukan pengeboman, secara tiba-tiba Cross jadi tahu jika bom hendak diluncuran dari sebuah kereta api. What the hell, how could he do that ?

Meski menjadi aktor pendukung, tetapi Edward lebih mirip menjadi ban serep. Kurang jelas apa perannya da bagaimana ia harus bertindak. Edward seperti robot saja yang kaku dan menunggu diperintah. Bahkan twist ending film ini kurang bisa menutupi kekurangan yang ada. Cross memang membeberkan twistnya, tetapi kita tidak disuguhi adanya peristiw aitu.

Di film ini, Indonesia diikutkan sebagai latar. Namun anehnya, yang ditampilkan adalah rumnah gadang, tetapi syutingnya di Bali ???????? Seragam polisi yang menangkap Leon Mercier (Jean Reno) juga bukanlah seragam polisi Indonesia. Aduh.