A Disgrace to Criminals Everywhere |
Asyik sekali nonton film ini. Begitu sederhana tetapi sungguh
‘canggih’dan berbeda. Awalnya memang agak bingung karena rada absurd,
nggak tahu apa yang mau disampaikan (tapi suka lihat seorang Jason
Statham jadi penjual di pasar maling). Dan ternyata Statham bisa ngomong
juga, tak kirain cuma bisa mukul ama nendang aja. Ngelantur, balik ke
film ya. Laksana salju yang perlahan-lahan mulai mencair di awal musim
semi, film yang disutradarai Guy Ritchie ini mulai mengalir pelan ke
bentuk yang sebenarnya. Kita jadi bisa tahu apa maksud keempat sahabat
itu saat memutuskan bertanding judi dengan uang yang dengan susah payah
mereka kumpulkan.
Tapi dasar cupu, mereka kalah tanpa tahu telah dicurangi. Penggunaan
angle camera close up bergerak saat adegan berjudi dan efek slow motion
saat Eddy (Nick Moran) pusing setelah kalah judi membuat film ini
berbeda dan keren. Belum lagi musik jenis apa ya itu, sepertinya soul
dan blues, yang mampu berbicara sebelum di awal adegan baru. Dengan
musik itu, seakan adegan sudah terwakili sebelum kita sadar bahwa ada
hidup (adegan) setelah mati (musik). Ibarat banyak pisau yang terus
ditusukkan pada satu tempat, scene demi scene terus mengalir tanpa
mereka saling bertabrakan, tanpa pisau itu saling bertautan. Semuanya
serba kebetulan ? Memang dibuat seperti itu.
Dan adegan akhirnya itu, membuat kita ragu-ragu apakah harus tertawa
lebar ataukah tersenyum kecut. Ini film aksi yang konyol dan tidak
serius, tetapi sungguh keren. Two Thumbs Up. Last but not least, dialek
Inggris yang digunakan benar-benar dingiiinnn (baca cool).
No comments:
Post a Comment