Tebuireng 1942, berbondong-bondong calon santri mendaftar masuk ke pondok pesantren di wilayah Cukir tersebut. Salah satu orang tua calon santri memohon agar anaknya bisa masuk, namun dia juga mengaku bahwa dia tak punya apa-apa untuk disumbangkan ke pondok. Penerima santri sinis dan mengatakan, jika tak punya apa-apa untuk disumbangkan maka anaknya tak bisa masuk pondok. Seseorang tua dari belakang tiba-tiba muncul dan mengatakan bahwa tak perlu sumbangan atau apapun untuk masuk dan belajar di pondok pesantren Tebuireng.
Adegan awal itu memperlihatkan kebijaksanaan seorang KH Hasyim Asy'ari (Ikranagara), seorang ulama ternama pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Adegan selanjutnya, KH Hasyim As'ari menjawab pertanyaan salah satu santrinya bahwa meski berstatus sebagai pemilik pesantren, namun ia tetap terjun bertani dan berdagang sendiri untuk mengetahui rasa dan beratnya mencari uang dan penghasilan. Suatu pengajaran akan bentuk empati. Dengan latar belakang punggung KH Hasyim Asy'ari, salah satu orang tua calon santri lantas berujar 'Hadratussyaikh'.