07 December 2016

Headshot (2016)



Tak ada yang meragukan kualitas aksi bela diri dari seorang Iko Uwais. The Raid dan The Raid 2 sudah membuktikan kehebatannya. Tapi soal ia bermain drama, tunggu dulu. Suami Audy ini harus banyak belajar. Iko sudah belajar dari film-film yang pernah dibintanginya. Tetapi ia belum sempurna. Dan Headshot adalah tempat ia belajar selanjutnya.

Seorang pria (Iko Uwais) koma di sebuah rumah sakit di sebuah pulau kecil. Dua minggu lamanya ia dirawat dan ditunggui Ailin (Chelsea Islan), seorang dokter yang masih muda dan cantik. Ailin memberi nama pria yang tak dikenalnya itu Ishmael. Ishmael tiba-tiba sadar. Namun ia tak ingat siapa dirinya. Ia juga tak ingat kehidupannya dan apa yang telah ia lakukan sebelum ia koma. Saat Ailin hendak meninggalkan pulau kecil itu, ia diculik. Ailin diculik oleh Lee (Sunny Pang), seorang mafia penguasa pulau. Ishmael dengan segala kebingungannya mencoba mencari Ailin. Penculikan Ailin ternyata ada hubungannya dengan masa lalu Ishmael.

Serasa tidak fair untuk membandingkan film laga Iko yang lain dengan The Raid dan sekuelnya yang melambungkan namanya. Bagaimanapun juga, The Raid 2 masihlah masterpiece bagi Iko. Namun sulit untuk tidak membandingkannya. Dan bila harus dibandingkan, sekali lagi harus dibandingkan, masterpiece itu belum tergeser. Headshot masih belum memiliki ekspektasi lebih tinggi untuk menggeser kedudukan itu.

Tetapi yakinlah, Headshot yang diproduksi Screenplay Infinite Films  ini masih mempunyai kualitas mumpuni dan sangat layak untuk disimak. Di sini, Mo Brothers menyuguhkan aksi laga dengan lebih banyak drama dan dramatisasinya. Menyimak Headshot seakan menyimak gabungan antara trilogy Bourne dengan Assassin, mulai dari seorang pria yang hilang ingatan hingga penculikan anak-anak yang dididik menjadi seorang kriminal. Mo Brothers sepertinya mengadaptasi tema besarnya dari dua film tersebut.

Adegan pembuka
Tentu saja jualan utama Headshot ada pada aksi laganya. Untuk yang satu ini, suguhannya terbilang memikat meski sekali lagi jika dibandingkan dengan The Raid, skala dan intensitasnya masih belum cukup untuk melampauinya. Ada beberapa pergerakan kamera yang liar dan shaky pada adegan laga yang membikin kepala cukup pening. Tak tahu apakah ini disengaja atau tidak karena selanjutnya pergerakan kameranya menjadi stabil dan mulus.

Headshot kembali menjadi panggung reuni Iko, Julie Estelle (Riko), dan Very Tri Yulisman (Besi). Headshot juga menjadi panggung bagi ketangguhan Zack Lee (Tano) dan David Hendrawan (Tejo). Adegan laga yang mereka lakukan layak diapresiasi. Lihat bagaimana Ishmael harus begitu lelah menghabiskan tenaganya menghabisi Tano dan Tejo dalam satu waktu. Mata penonton saya yakin juga lelah namun puas menyimak adegan pertarungan mereka yang intens seakan tiada hentinya.

Lihat pula baku hantam Ishmael vs Besi yang meski durasinya tak sepanjang Ishmael vs Tano-Tejo, namun berlangsung efektif dan atraktif. Bila di The Raid 2 David menggunakan tongkat baseball sebagai senjata, di sini tongkat besi yang bisa ditarik ulur adalah senjata untuk menggebuk Ishmael. Adegan bak bik buk berikutnya melibatkan Ishmael dan Rika. Sayangnya performa Julie tak semenarik saat ia berperan sebagai Hammer Girl. Meski tak bisa dibilang jelek, namun Ishmael vs Rika adalah sesi pertarungan yang paling lemah.

Pada akhirnya, Headshot dipamungkasi final showdown antara Ishmael vs Lee. Pertarungannya cukup klimaks. Cukup lah untuk mengakhiri semua adegan pertarungan yang ada. Untuk setiap pertarungan, Mo Brothers membentuk Iko seakan super human. Tenaga Iko seakan tak terbatas. Iko tetap tangguh meski berkali-kali terkena gebukan, pukulan, tendangan, bahkan sayatan pisau.

Drama itu
Kudos untuk setiap pemain yang bermain bagus sesuai porsinya. Iko sudah banyak belajar drama di sini. Aksi Iko dalam drama banyak dibantu oleh reaksi memikat Chelsea yang menghasilkan chemistry cukup kuat. Penampilan bagus juga ditunjukkan oleh Julie Estelle, Zack Lee, David Hendrawan, dan Very Tri Yulisman. Sebagai villain, Sunny Pang sudah menjalankan tugasnya dengan baik. Ia kejam meski tak terlihat kejam. Bukankah bajingan bengis adalah seseorang yang dari luar terlihat biasa-biasa saja. Aktor asal Singapura itu mampu menerjemahkan peran yang ia mainkan.  

Headshot, sajian cukup memuaskan dari Mo Brothers. Meski ada plot hole di dalamnya, lupakan saja dan fokus pada pendalaman drama dan aksi laganya yang mungkin membuat yang melihatnya menjadi ngilu. Settingnya apik dan adegan pembukanya sudah buat adrenalin ini bergejolak. Yakinlah, ini worth it kok untuk ditonton.

No comments:

Post a Comment