11 January 2017

The Girl on The Train (2016)

What you can see can hurt you

Menerjemahkan sebuah novel best seller ke dalam sebuah film memang bukan perkara mudah. Tetapi banyak novel yang menjadi blockbusters saat sudah menjadi film. Namun tak sedikit pula yang flop karena hasilnya tak sesuai harapan. Memang sulit, tetapi itu sebuah tantangan bagi seorang sineas. The Girl on the Train karya Paula Hawkins digadang-gadang bakal menjadi the next Gone Girl. Adalah Tate Taylor yang harus bekerja keras mewujudkannya dengan bantuan script yang ditulis Eric Cressida Wilson.

Rachel Watson (Emily Blunt) adalah seorang alkoholik akut dan menderita depresi. Kebiasaan buruknya itu dimulai sejak ia bercerai dari Tom (Justin Theroux). Setiap hari, Emily dua kali naik kereta pergi dan pulang. Dalam perjalanannya, ia selalu mengamati rumah yang dulu pernah ia tinggali dengan Tom. Namun rumah itu sekarang ditinggali Tom dengan istrinya yang baru, Anna (Rebecca Ferguson).

Sebenarnya fokus Rachel bukanlah rumahnya, melainkan rumah di sampingnya yang ditinggali Scott (Luke Evans) dan istrinya, Megan Hipwell (Haley Bennett). Scott dan Megan adalah impian Emily untuk sebuah rumah tangga yang sungguh ideal. Benarkah demikian? Rachel ternyata harus berhadapan dengan kenyataan yang tak disangkanya untuk impiannya itu.

On The Train

Tate memulai The Girl on the Train dengan opening yang baik. Tiga frame pendek untuk mengenalkan siapa Rachel, Anna, dan Megan bisa menjadi pondasi atau gambaran dasar untuk karakter-karakter yang ada selanjutnya. Namun pondasi itu goyah saat Tate mulai membuat temboknya. Kurangnya campuran kedalaman karakter dan porsi yang tidak seimbang menjadikan drama thriller ini membosankan .

Tate justru menjerumusan The Girl on The Train ke dalam kesimpangsiuran yang absurd. Mungkin maksud Tate baik, mengajak penonton menebak sekaligus menerka siapa yang menjadi villain utama. Sayangnya tak ada greget di dalamnya. Flash back yang menjadi alurnya terasa kasar tanpa disadari bahwa scene selanjutnya sudah ada di masa sekarang.

The Tunnel

Yang menyelamatkan The Girl on The Train bisa jadi adalah Emily Blunt. Permainan istri John Krasinski ini paling memikat diantara pelakon yang ada. Karakter perempuan alkoholik sekaligus depresi dengan mimik wajah kebingungan mampu ditampilkan Emily dengan baik. Penampilan yang lain tidak jelek, tetapi mereka kurang mendapatkan porsi seperti yang ada di novelnya.

The Girl on The Train, jangankan melampaui, sejajar dengan Gone Girl saja tidak. Ekspektasi tinggi memang terkadang menyakitkan jika tahu hasil akhirnya. Apakah kesalahan bisa dialamatkan pada kurang mampunya Tate menerjemahkan karya Paula Hawkins atau pada naskah yang medioker dari Erin Cressida Wilson, itu terserah anda.

No comments:

Post a Comment