23 October 2015

Knock Knock (2015)

One night can cost you everything

Tiga godaan pria yang paling berat adalah harta, tahta, dan wanita (bukan Raisa). Seorang pria mungkin bisa tidak tergoda dua di antaranya. Tetapi kok saya yakin hanya segelintir pria yang sama sekali tidak tergoda ketiga nya. Kebanyakan pria pasti tergoda salah satunya, entah yang mana. Knock Knock sedikit banyak menceritakan hal itu. Sesuatu prinsip yang dipertahankan mati-matian bisa saja lepas saat ada situasi yang mendukungnya. Benar seperti hukum di dunia kriminalitas, kejahatan terjadi bukan hanya karena ada niat, tetapi juga karena ada kesempatan. Layaknya api yang tetap membara terbakar hebat saat oksigen terus mengipasinya.

Evan Webber (Keanu Reeves) adalah pria bahagia dengan keluarga ideal, seorang istri dan dua anak. Di Father's Day, keluarga tersebut ingin berlibur bersama, namun Webber tak bisa ikut dengan alasan ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Jadilah istri Webber, Karen Alvarado (Ignacia Allmand), pergi dan menjaga dua anak mereka. Sebagai arsitek, Webber kemudian disibukkan dengan pekerjaannya. Tiba-tiba pintu terketuk di tengah malam. Saat pintu dibuka, berdirilah dua cabe-cabean dengan pakaian nyeplak tertimpa basahnya air hujan. Mereka mengaku tersesat.

Webber adalah pria baik, dia mempersilakan kedua cewek seksi itu masuk, mengeringkan diri, makan, dan mencoba mencari alamat temannya lewat internet. Situasi berubah saat kebaikan Webber diartikan lain oleh Genesis (Lorenza Izzo) dan Bel (Ana de Armas). Webber yang sudah tiga minggu tak mendapat jatah dengan terpaksa terpancing juga oleh provokasi mereka. Apa yang terjadi, terjadilah. Dan apa yang Webber tidak inginkan terjadi, juga terjadi. Namun Webber tak mengira hal itu bisa melebihi akal sehat dan batas pemikirannya. Pada selanjutnya, semua berjalan onar dan abnormal.

Naughty
Awal film berjalan normal, sangat normal malahan. Tetapi aroma horror yang ditawarkan di genre poster nya tak kunjung ada, bahkan nihil sampai akhir film. Jadi, apa yang ditawarkan Knock Knock? Horor sudah pasti tidak. Thriller, yeah, bolehlah kita sebut ada. Tetapi saya sepakat jika Knock Knock lebih menawarkan genre comedy, genre yang sama sekali tidak disebut di posternya. Artis komedi pertama adalah Keanu. Dan artis kedua dan ketiga adalah Izzo dan Armas.

Keanu biasa kita nikmati sebagai aktor yang bermain di film serius dengan mimik muka yang serius juga. Terasa sangat cool melihat Keanu dengan mimik seperti itu. Ups, bukan berarti Keanu tidak bermain serius di Knock Knock. Dia serius, sangat serius malahan. Tetapi keseriusan Keanu, maaf, saya ganjar dengan senyum dan tertawa. Lihat saja ekspresinya saat dia begitu desperate dan menyumpah serapah di atas kursi dengan tali yang mengikatnya (can you count the F words?), begitu juga saat dia dikubur hidup-hidup.  Rasanya tak pantas dan tak tega saja melihat Neo berekspresi seperti itu, ekspresi anak kecil yang memohon agar permennya dikembalikan.

Akan hal nya dengan dua cewek cabe-abe an ini, mereka membawa thriller ini menjadi sebuah genre komedi pada tingkat erotisme yang tinggi. Tingkah laku mereka yang vandal membawa kenikmatan batin tersendiri. Komedi erotis mereka membawa senyum yang menjanjikan syahwat tersendiri. Justru performance mereka di sini jauh melampaui apa yang ditawarkan oleh Keanu. Knock Knock justru hidup oleh penampilan mereka yang impresif dan total. Which one do you choose, Genesis or Bel?

Not Keanu Reeves
Di sini saya kesampingkan karya Eli Roth, Cabin Fever dan Hostel, yang katanya bermutu. Saya kesampingkan karena belum nonton. Cuma nonton Clown di mana Roth bertindak sebagai produser. Secara narasi, Clown berjalan datar dan kurang menggigit. Begitu pun dengan Knock Knock. Roth ingin Knock Knock menjadi sebuah thriller yang menggetarkan dan mampu membuat yang nonton mencengkeram erat-erat kursinya. Well, itu tak bakal terjadi.

Namun saya tetap suka Knock Knock. Saya pikir film berbujet rendah, hanya USD 3 juta, ini merupakan blessing in disguise, sesuatu yang sebenarnya tidak layak, tetapi mendapat apresiasi karena sesuatu hal yang lain. Knock Knock yang dikatakan diadaptasi dari Death Games (1977) ini masih sangat layak untuk dinikmati dari angle atau sisi yang lain. Endingnya sendiri saya pikir cukup fair. Ending yang bisa saja memunculkan sekuel, but don't do it, It's quite enough. Oh ya, scoring dan musik di sini cukup keren meski tak tahu judul lagu apa saja yang diputar.

Knock Knock, bukan karya yang diinginkan dari seorang Eli Roth, tetapi tetap menyenangkan dan menghibur, terutama bagi kaum Adam. Roth sendiri setidaknya masih berbaik hati dengan memberikan pesan tersurat yang penampilannya tersurat, don't believe in strangers dan don't be addict to your gadget. FYI, Lorenzo Izza yang tampil sebagai Genesis adalah istri Eli Roth. Knock Knock terus terang membuat saya gethem-gethem, baik untuk Keanu maupun dua cabe-cabe an itu. Masih ingin menyilakan masuk cewek yang mengetuk pintu di malam hari di rumah anda?

No comments:

Post a Comment