21 January 2016

The Hateful Eight (2015)

Eight strangers. One deadly connection

Berbicara tentang Quentin Tarantino adalah berbincang tentang ketidak teraturan dan keluar dari kata normal. Tujuh film sudah membuktikan itu. Dan tidak normal tidak selamanya buruk. Justru karya Tarantino menjadi salah satu acuan bagi yang lain untuk terus mengeksplore yang belum pernah ada. Pun juga untuk Tarantino. Selalu ada sesuatu yang baru, out of the normal, yang dibawa dalam setiap karyanya. Ciri khas sutradara kelahiran Tennessee 53 tahun lalu itu juga selalu mewarnai dan menempel pada setiap film yang dibesutnya.

Perjalanan kereta yang ditumpangi John Ruth (Kurt Russell) terhenti saat seorang kulit hitam menghalanginya. Adalah Major Marquis Warren (Samuel L Jackson) yang melakukannya. Ia ingin meminta tumpangan karena kudanya sudah tumbang. Awalnya John enggan memberinya tumpangan karena ia sudah membawa Daisy Domergue (Jennifer Jason Leigh), seorang tawanan yang hendak ditukarnya dengan uang di Red Rock. Namun melihat ada keuntungan di dalamnya, John mempersilakannya naik.

Perjalanan kereta kembali terhenti saat seorang pria bernama Chris Mannix (Walton Goggins)  juga meminta tumpangan dengan alasan yang sama. Kembali John mempersilakan satu orang naik ke kabin kereta dengan alasan yang sama pula saat ia memberi tumpangan ke Warren. Badai salju memaksa mereka berhenti di Minnie's Haberdashery. Di situ rupanya sudah ada empat orang lainnya yakni Bob (Demian Bichir), Oswaldo Mobray (Tim Roth), Joe Gage (Michael Madsen), dan General Sandy Smithers (Bruce Dern). Interaksi yang terjadi di antara mereka rupanya membawa permasalahan tersendiri hingga terkuak apa yang sebenarnya terjadi.


Surrender Major
Selama 187 menit, Tarantino memaksa kita untuk memelototi dan memahami apa yang dilakukan delapan orang tersebut di sebuah kabin yang terisolasi. Ya, Tarantino menjadikan badai salju sebagai sebuah alasan untuk mempersempit ruang gerak bagi karakter-karakternya. Dan lebih dari separuh film juga kita akan dipaksa mendengarkan dialog-dialog yang kotor, sarkasme, rasis, provokatif, menyebalkan, dan terasa tak penting. Sungguh sangat terasa membosankan. Hei, tapi ini film Tarantino. Bagi yang tak mengerti style sutradara satu ini, mulut menguap adalah jawabannya. Tetapi bagi yang paham, 'kebosanan' tersebut justru menjadi petunjuk penting untuk melangkah ke kenyataan selanjutnya.

Saya pikir The Hateful Eight adalah gabungan dari Reservoir Dogs (1992) dan Django Unchained (2012). Dan seperti film buatan 24 tahun lalu itu, Tarantino menyematkan banyak karakter di dalamnya. Masing-masing karakter mempunyai aura kuat yang tanpa dijelaskan pun bisa menjelaskan sendiri watak dari masing-masing karakter tersebut. Kita lihat saja bagaimana parno nya John dengan senjata, Warren yang selalu curiga, Daisy yang lepas namun munafik, Mannix yang oportunis, dan empat orang lainnya yang kentara sekali menyembunyikan sesuatu.

But wait, apa yang terjadi dengan Tarantino. Kenapa ia menggabungkan dua filmnya ke dalam sini. Apakah Tarantino sudah lelah dan kehabisan ide? Saya pikir ada benarnya. Tak ada yang benar-benar baru di dalam sini. Tarantino masih dengan salah satu ciri khasnya, membagi scene ke dalam chapter-chapter yang menurut saya sebenarnya itu tak perlu, bahkan tak ada pengaruhnya sama sekali. Apakah Tarantino menyuguhkan Chapter demi flash back itu? Ah, tanpa chapter pun, penonton akan paham kenapa keempat orang itu bisa berada di Haberdashery.

Mungkin yang baru di sini adalah dari segi teknis. Tarantino melalui DoP nya, Robert Richardson, menggunakan format 70mm yang membuat angle gambar menjadi lebih lebar dan luas dari standar kebanyakan yang menggunakan 35mm. Meski begitu, Tarantino tidak banyak mengambil gambar luar yang berpotensi memaksimalkan 70mm nya. Justru The Hateful Eight lebih banyak berfokus pada ruang sempit kabin. 


Minnie's Haberdashery
Di sini, Samuel L Jackson mendapat porsi yang lebih. Dengan karakter dan kharismanya, Jackson mendapat atensi yang mendominasi. Gerak-gerik dan ucapan kotor serta provokasi yang terlontar dari mulutnya membuatnya mendapatkan simpati. Namun di sini saya lebih suka dengan karakter Mannix. Dengan suara cemprengnya, Mannix adalah karakter yang paling tidak diperlukan di sini namun ia harus ada. Mannix sering melontarkan ucapan yang tidak perlu hanya untuk mengisi kekosongan dialog. Namun asyiknya, yang tidak perlu itu terkadang menjadi penyambung dari konflik-konflik yang terjadi selanjutnya.

Semua karakter di sini bermain dengan baik. Semuanya mengerti dan mampu menerjemahkan apa yang Tarantino inginkan, termasuk Jennifer Jason Leigh yang rela menjadi buruk, terlihat polos namun mulutnya beracun. Ada 'cameo' di sini. Adalah Channing Tatum yang memainkan karakter Jody. Kenapa cameo, karena ia tak banyak aksi dan bicara serta tampil tak lebih dari 10 menit sebelum karakternya hilang. You know, banyak aktor/aktris yang ingin nampang di film nya Tarantino meski hanya untuk sekejap.

The Hateful Eight, karya Tarantino yang tidak benar-benar baru. Mungkin ada sedikit kekecewaan pada diri penggemar Tarantino. Namun secara umum, film bersetting western ini masih sangat layak dan recommended untuk dinikmati. Ini adalah film ke-8 Tarantino, dan ia berjanji akan pensiun sebagai sutradara setelah menyelesaikan filmnya yang ke-10. Apakah ia akan menyajikan 9 baik yang tersurat dan tersirat pada film berikutnya? Kita tunggu saja.

1 comment:

  1. Emang kerasa kayak feel-good movie kok atau malah fan-service movie, tapi surprisingly, ini film Tarantino yang paling fun so far. IMO, lho :D
    Tapi untuk urusan film terbaiknya? Kayaknya belum hehe

    Cheers,
    sinekdoks.com

    ReplyDelete