You'll believe it when you see it |
Geli saat pertama kali membaca judul film ini. Bertambah geli saat tahu yang membuat bukanlah studio Hollywood, dibikin secara mockumentary pula. Saya pikir ini adalah film kelas B yang sama sekali tidak layak tonton. Mockumentary selama ini memang lebih sering berkutat pada tema horor. OK lah, sudah ada yang membuat genre ini dengan tema persahabatan, alien, dan juga remaja. Dan itu menjadikannya makin kreatif, tidak masalah. Tapi ini tentang troll, makhluk fantasi yang orang tolol pun tidak mempercayainya. Ah, sungguh menggelikan. Tapi huftt.....petuah lawas nan bijak yang mengatakan jangan menghakimi sesuatu dari kulit luarnya ternyata sangat benar. Dan asumsi tak berdasar di atas itu sudah saya sesali hingga detik ini. Film dengan judul asli Trolljegeren ini benar-benar berbeda, khususnya dalam genre found footage.
3 Mahasiswa, Thomas (Glenn Erland Tosterud), Johanna (Johanna Morck), dan Kalle (Tomas Alf Larsen) awalnya menyelidiki tentang matinya beruang di daerah perbukitan di Norwegia. Tetapi mereka curiga dengan kematian hewan besar itu. Untuk membuktikannya, mereka membuntuti seorang pemburu beruang, Hans (Otto Jespersen). Dalam usahanya, mereka kaget karena yang diburu Hans bukanlah beruang, melainkan troll. Awalnya mereka tak percaya. Tetapi ketika mereka melihat dengan mata kepala sendiri, mereka sadar jika troll memang benar-benar ada. Bentuk dan jenisnya pun bermacam-macam. Semuanya itu menjadi petualangan tersendiri dengan ending yang cukup pintar.
Meski temanya sederhana dan (lagi-lagi saya menyebutnya) konyol, namun Andre Ovredal menggarapnya sangat serius. Karena dia pula yang menulis naskahnya, maka Andre bisa dengan mudah mengarahkan setiap detil ceritanya. Mungkin keberadaan troll bagi saya adalah sesuatu yang konyol, namun tidak bagi masyarakat Skandinavia. Troll adalah sebuah mitos yang keberadaannya dianggap mungkin ada. Mungkin kalau di Indonesia bisa disamakan dengan Pocong Hunter atau Kuntilanak Hunter, he he he.
Meski digarap dengan bujet yang tidak banyak, namun Andre mampu memvisualisasikan garapannya dengan apik. Lihatlah bagaimana visualisasi troll yang bergerak dengan dinamis, padat dan tidak terkesan murahan. Baik itu besar atau kecil, troll itu seakan hidup dan ada. Hallvard Braein dengan kameranya juga mampu menangkap alam Norwegia yang suram, keras, namun indah. Entah apakah pelakon di sini bintang terkenal di Norwegia atau tidak, yang pasti mereka sudah melakukan tugasnya dengan baik. Mereka cukup alami untuk tampil di sebuah dokumentari yang mocking.
Troll Hunter, mockumentary cerdas yang saya pikir dibuat untuk mengingatkan kita tentang alam. Tentang keseimbangan alam yang jika manusia merusaknya, maka alam pun bisa murka. Hanya satu yang sangat mengganggu di dalam Troll Hunter, ternyata troll tahu mana orang kristen dan tidak. Apakah ini juga sebagai sindiran jika sudah banyak orang yang tidak percaya lagi dengan Tuhan?
No comments:
Post a Comment