Every second counts |
Belum pernah saya melihat Paul Walker berakting di genre drama. Sudah nonton She's All That sih, tapi di tahun 1999, Paul bukanlah siapa-siapa. Kalah jauh dari Freddie Prinze Jr. So, saya tak melihat keberadaan Paul di situ secara saya nonton She's All That sekitaran tahun 2000 an. Dan memang benar apa kata orang tua jika roda nasib itu berputar. Sekarang, Freddie Prinze Jr. bukanlah siapa-siapa. Dia sekarang benar-benar tenggelam. Penampilan terakhirnya yang bisa dilihat adalah Scooby-Doo: Monsters Unleashed, itu pun film tahun 2004. Setelahnya Freddie hanya bermain di film kecil, layar kaca, dan mengisi suara untuk animasi dan video game. Sementara Paul makin lama makin moncer. Utamanya sejak dia main di The Fast and the Furious. Diantara 6 seri the Fast, Paul juga membintangi sejumlah film baik action dan drama. Hours adalah salah satunya.
Sebelum Haiyan, Katrina adalah badai terkenal yang menghancurkan Amerika bagian tenggara. Badai bernama cantik inilah yang menjadi background Hours. 29 Agustus 2005, Nolan (Paul Walker) telah berada di Rumah Sakit New Orleans untuk mengantar istrinya, Abigail (Genesis Rodriguez), yang hendak melahirkan. Sayangnya persalinan itu membuat Abigail meninggal. Bayi yang berhasil dilahirkan pun mengalamai masalah pernapasan dan harus ditempatkan di sebuah ventilator. Belum cukup sampai di situ, kemalangan Nolan bertambah saat badai Katrina memporak porandakan rumah sakit.
Seluruh pasien dan tenaga medis terpaksa diungsikan. Namun Nolan tetap bertahan karena tak mungkin membawa bayinya tanpa ventilator. Katrina membuat semuanya berantakan, banjir dan putusnya listrik membuat dia harus tetap bertahan dan mengupayakan bayinya tetap hidup.
Need for a help |
Awalnya, film ini berjalan lambat dan penonton boleh mengira jika film ini akan berjalan membosankan. Namun lambat laun, alurnya mulai meningkat dan plot ceritanya terlihat menjadi jelas. Mungkin akhir ceritanya akan klise, tetapi ending itu cukup fair. Oh ya, Mungkin karena faktor Paul, sedikit scene action akan disisipkan di sini. Boleh dibilang Hours itu nanggung, kurang kuat dalam penggarapannya. Seharusnya Hours bisa menjadi sajian yang WOW, namun tidak tergarap secara maksimal.
Eric Heisserer mungkin bisa disalahkan. The Thing maupun Final Destination 5 yang digarapnya setali tiga uang dengan Hours, kurang kuat secara karakter. Eric tidak pernah memberikan karakter yang memorable kepada setiap aktor utamanya, bahkan kepada Paul yang bermain hampir seorang diri. Jadilah Hours sebuah film yang boleh dibilang medioker dan bakal terlalu cepat dilupakan, sama seperti The Thing dan Final Destination 5.
Selain action dan thriller, Paul rupanya tetap peduli pada aktingnya. Dan kebanyakan orang bilang, akting adalah drama. Dan Paul paham itu. Karena itu, di sela syuting the Fast yang populer, Paul menyempatkan diri bermain di genre drama, sesuatu yang memang bukan zona aman bagi Paul. Sebelumnya, Paul juga sudah mencoba She's All That, Eight Below, Stories USA, Pawn Shop Chronicles. Memang tidak meledak, tetapi beberapa diantaranya mendapat kritik yang bagus. Untuk Hours sendiri, Paul bisa dibilang cukup ekstrim dalam berperan karena dia hampir menjadi one man show.
Alert, spoiler |
Apakah Paul mempunyai cukup kapasitas untuk menjadi one man show? Sepertinya tidak. Paul tidak cukup cemerlang berakting hampir seorang diri. Tetapi pria 40 tahun itu juga tidak bermain buruk. Di satu sisi ia menunjukkan kelemahannya, tetapi di sisi lain ia tampil lebih baik. Dengan lebih banyak bermain di genre drama, mungkin ia akan menjadi sempurna. Sayangnya Paul tidak akan berakting lagi selamanya.
Hours, bukan sebuah sajian yang mengagumkan. Sajian medioker dan bukan penampilan terbaik dari seorang Paul Walker. Tetapi Hours tetap bakal dikenang sebagai salah satu pembuktian Paul jika ia mampu tampil lebih baik. Rest in Peace, bro.
No comments:
Post a Comment