Cinta memang indah. Cinta memang menyenangkan. Dan cinta memang
menggairahkan. Namun apakah kita mampu menjaga keberlangsungan cinta
sepanjang hidup. Belum tentu. Karena itu, cinta sejati adalah cinta yang
dibawa sejak tumbuh hingga mati. Kedengarannya klise, tetapi itu memang
apa adanya. Dan Amour bercerita tentang itu, truly love, sesuai dengan
artinya, cinta.
Kehidupan pasangan lanjut usia, Georges (Jean-Louis Trintignant) dan
Anne (Emmanuelle Riva), berlangsung wajar. Sebagai mantan guru musik,
mereka kerap datang ke konser musik, termasuk ke konser mantan muridnya,
Alexandre (Alexandre Tharaud). Namun kehidupan nyaman di hari tua itu
pudar setelah Anne diketahui menderita stroke. Setelah dioperasi, bagian
tubuh kanan Anne justru lumpuh. Meski begitu, Anne enggan dibawa ke
rumah sakit.
Jadilah Georges merawat Anne semampunya. Anak mereka, Eva (Isabelle
Huppert), meminta agar ibunya dimasukkan panti werdha saja atau
setidaknya dicarikan seorang perawat. Hanya permintaan kedua yang
dituruti. Namun Georges segera memecat perawat harian itu karena
kinerjanya yang buruk. Georges sekali lagi merawat Anne. Kian hari,
penyakit Anne semakin lama semakin parah dan semuanya menjadi
kekanak-kanakan. Namun Georges terus setia mendampingi dan merawat
istrinya tersebut.
Sama sekali tak ada yang diumbar di Amour. Paras rupawan, suasana
romantis, momen sentimentil nan mengharukan, atau lagu romansa, itu
semua tak ada. Yang ada hanyalah sepasang pasutri keriput dan sebuah
flat kecil. Mampukah dua hal itu menjadikan film berbahasa Prancis ini
mengimbangi judulnya. Di tangan yang salah, Amour bisa jadi akan terjun
bebas. Untunglah Michael Haneke fasih menerjemahkannya. Ya, karena pria
Austria ini jugalah yang menulis script film yang diganjar Palme d'Or
ini.
Selain tak ada unsur 'cinta', Amour sangat mungkin menyiksamu dengan
jalan ceritanya yang lambat. Scene-scene yang tak perlu dan pengambilan
gambar yang super lama. Pokoknya terasa menjenuhkan. Agar bisa
menikmati, gunakan hati dari pada mata. Karena Haneke sendiri memainkan
emosi untuk menyelami karakter-karakter di dalam Amour.
Bagian klimaks nya mungkin akan menghentak dan unbelievable. Tapi
setidaknya begitulah cinta di mata Haneke. Tak rela pasangannya
menderita, tak ada orang lain yang terlibat, dan semuanya diselesaikan
sendiri atas nama cinta, yang mungkin bagi Haneke tindakan itu adalah
lebih dari kata cinta itu sendiri, pengorbanan.
Amour, sebuah tipuan persembahan Haneke yang secara kasat mata tak
mempunyai formula kisah kasih sama sekali, tetapi menghasilkan ledakan
hati tingkat tinggi. Terasa kasar tetapi sangat halus, terlihat rapuh
tetapi tegar, dan terdengar sumbang namun sangat merdu. Itulah cinta,
itulah Amour.
No comments:
Post a Comment