These two unlikely companions are on a journey to find her long lost son |
Skeleton in the cupboard adalah suatu ungkapan bahwa setiap orang mempunyai rahasia yang paling rahasia. Setiap pribadi pasti mempunyai masa lalu yang kelam yang tentu saja terkait dengan kesalahan yang diperbuat. Sebagian besar orang tak ingin mengingat atau bahkan jika bisa ingin menghilangkan untuk selamanya memori tidak menyenangkan itu. Tetapi sebagian orang justru ingin mengorek kembali atau bahkan ingin menebus kesalahannya. Alasannya sederhana, agar kesalahan masa kelam itu tak terus menghantui selamanya.
Itu pula yang dilakukan Philomena Lee (Dame Judi Dench). Dia ingin mencari anaknya yang telah berpisah dengannya 50 tahun lamanya. Philomena selalu menyalahkan dirinya atas hilangnya anak yang diberinya nama Anthony tersebut. Semasa remaja, Philomena hamil di luar nikah. Ia lantas dikirim oleh ayahnya ke Biara Sean Ross Abbey di Roscrea, Irlandia untuk menutupi aib. di sana ia berkumpul dengan para gadis sebaya yang senasib dengannya. Setelah melahirkan, ia masih harus menebus kesalahannya dengan menjadi pelayan gereja. Philomena masih diberi kesempatan untuk bertemu Anthony meski terbatas 1 jam setiap harinya.
Rupanya Philomena tak tahu jika biara tersebut juga merupakan tempat penampungan anak di luar nikah yang nantinya anak tersebut akan diadopsi, termasuk Anthony. Waktu akhirnya membuat Philomena dan Anthony berpisah. Dengan ratapan pilu, Philomena melihat dengan mata kepala sendiri Anthony dibawa pergi (diadopsi) oleh sebuah keluarga kaya. Keluar dari biara dan saat sudah menata hidup dengan baik di masa senjanya, Philomena bermaksud mencari Anthony. Semua cara sudah ia coba, termasuk mendatangi Sean Ross Abbey, namun semuanya berakhir dengan kebuntuan.
Like mother and son |
Harapan Philomena tergugah kembali saat ia bertemu dengan Martin Sixsmith (Steve Coogan), seorang penasihat pemerintah dari Partai Buruh yang baru saja dipecat. Setelah dipecat, Steve ingin kembali menenuni profesi lamanya sebagai seorang jurnalis. Untuk mengembalikan pamornya, mantan jurnalis BBC itu tertarik dengan kasus Philomena. Steve mau tak mau harus menemani Philomena ke sana kemari mencari Anthony. Meski bertolak belakang, Steve adalah atheis sementara Philomena cukup religius, namun mereka cepat menjadi akrab.
Dalam pencariannya, mereka ternyata menemukan sesuatu yang tak disangka-sangka. Fakta-fakta yang ditemukan cukup mengagetkan. Tetapi mereka terus maju hingga menemukan kebenaran yang sesungguhnya. Bagi Steve, hal-hal yang dia temui sungguh tak masuk akal dalam pemikirannya. Tetapi bagi Philomena, hal-hal yang dirasaterlalu rigid (kaku) bagi Steve tak lain karena faktor sebab akibat dan sedikit banyak bersumber dari kesalahannya.
Philomena adalah satu-satunya film unggulan Oscar 2014 yang belum saya tonton sebelum perhelatannya digelar (saat itu belum ada sub indo nya, he he he). Stephen Frears menggarap Philomena berdasarkan buku The Lost Child of Philomena Lee karya Martin Sixsmith. Dari naskah adaptasi itu, Frears menggarap Philomena begitu padat dan berisi. Tanpa bertele-tele, Frears langsung menuju ke intinya. Road trip Martin dan Philomena menjadi sebuah bumbu proses yang asyik untuk dinikmati.
Anthony's graveyard |
Meski sering tampil mengocok perut, tapi di sini Coogan mampu menjadi seorang serius oportunitis yang cukup bijaksana. Martin yang mendasarkan semua pendapatnya berdasarkan pemikiran logis terus berupaya melakukan penekanan terhadap pihak-pihak yang dia temui. Sementara Dench, seperti biasanya sangat menjiwai perannya menjadi seorang ibu yang kuat namun rapuh. Jiwa Philomena masih terguncang dan rapuh atas kesalahan yang membuatnya berpisah dengan Anthony. Namun dia bisa menerima tentang sosok anaknya yang berbeda dengan orang lain, termasuk bagaimana Anthony meninggal.
Di Philomena, Frears mempersilahkan para penonton mendeskripsikan sekaligus mengkalkulasi antara yang hitam dan putih, benar dan salah, dulu dan sekarang serta agama dan logika. Jika dinalar, perbandingan tersebut memang debatable dan cenderung tak membawa jalan keluar. Tetapi penuturan Philomena di endingnya mungkin bisa membawa perdebatan itu menjadi lebih bijaksana.
Philomena adalah sebuah drama padat dan menyentuh hati. Sebuah kisah akan kasih ibu yang sepanjang jalan, bahkan hingga sang anak tak ada. Dengan perpaduan kesenioritasan Dame Judi Dench serta keseriusan Steve Coogan, Philomena dibawa menuju ke sebuah kenyataan pahit dan getir yang harus terjadi tanpa bisa diubah lagi. Namun lagi-lagi sang ibu berpendapat lagi tentang arti pahit dan getir itu. Dan percayalah, saya sangat bisa berempati terhadap Philomena.
No comments:
Post a Comment