The fall of an empire will be the rise of another |
Selama ini sudah banyak film 'agama' Hollywood yang memonopoli ceritanya dari sudut pandang barat. Meski toh dikatakan bukan film agama, namun pikiran penonton diarahkan ke sebuah agama tertentu, entah agar agama tersebut lebih direspek atau dimaklumi dengan perbuatan-perbuatan tidak beradab nya.
Kingdom of Heaven salah satu film bertemakan agama yang mungkin cukup fair dalam mengambil sudut pandang. Tidak terlalu barat memang meski porsinya tetap lebih banyak. Dan film besutan Ridley Scott ini adalah perbandingan paling dekat dengan Fetih 1453 yang mengambil tema penaklukan Konstantinopel oleh Kesultanan Utsmaniyah. Kingdom of Heaven sendiri bertema penaklukan Yerusalem oleh Salahudin al Ayyubi, seorang panglima perang Islam melawan pasukan salib. Oh, bukan, kata Ridley, Kingdom of Heaven adalah upaya Balian of Ibelin mempertahankan Yerusalem dari serangan pasukan Islam.
Sultan Murad II dikabari tentang kelahiran anaknya saat ia sedang membaca Al Qur'an surat Al Fath. Tanpa berpikir ulang, Murad II menegaskan memberi nama anaknya Mehmed-Bahasa Turki (Muhammad). Umur 12 tahun, Mehmed diangkat menjadi raja menggantikan ayahnya yang secara sukarela mengasingkan diri.
Saat terjadi pemberontakan tentara Janisari, Murad II diangkat kembali menjadi raja hingga ajal. Sepeninggal ayahnya, Mehmed (Devrim Evin) kembali menjadi raja saat ia berusia 21 tahun. Rasulullah Muhammad pada adegan awal mengatakan, "Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan," (H.R. Ahmad).
Berbekal ramalan itu, Mehmed memobilisasi pasukannya demi menaklukkan konstantinopel. Mehmed yakin raja yang disebut Rasulullah adalah dia. Keyakinan Mehmed bukanlah kesombongan karena sejumlah raja pernah gagal menaklukkan ibu kota Kekaisaran Roma timur itu. Usaha Mehmed dibantu prajurit kepercayaannya sekaligus temannya, Ulubatli Hassan (Ibrahim Celikkol). Demi memenuhi cita-citanya, Mehmed membuat meriam paling besar saat itu yang dipercayakannya ke Urban (Erdogan Aydemir) dan anak perempuannya, Era (Dilek Serbest).
Pihak Konstantinopel bukannya tanpa usaha. Kaisar Konstantin XI meminta bantuan Paus yang mengirim Giovanni Giustiani (Cengiz Coskun), Jenderal dari Genoa. Keputusan Konstantin XI meminta bantuan Paus membuat kaum agamawan Konstantinopel menentangnya karena sejak dulu mereka yang beraliran ortodoks tak bakal pernah satu paham dengan Katolik Roma. Konstantin XI terpaksa meminta bantuan Paus karena bantuan dari Jerman dan Prancis tak bisa diharapkan.
Maaf, ini bukan spoiler, tetapi Mehmed memang berhasil menaklukan kota yang dulu bernama Byzantium ini. Fetih-Bahasa Turki (Fatih) adalah gelar yang diberikan ke Mehmed karena keberhasilan penaklukannya ini. Fetih mempunyai arti sang penakluk.
Cukup sulit mencerna film ini tanpa tahu sejarahnya terlebih dahulu (yang mau nonton mending cari dulu referensi sejarah perang ini). Faruk Aksoy (sutradara) kurang bisa mengurai jalinan benang merah sehingga scene demi scene melompat ke sana kemari tanpa penonton awam paham apa maksudnya. Diperlukan energi lebih untuk memahami apa yang diinginkan Faruk. Seperti cerita kolosal yang asing bagi negeri kita, Kingdom of Heaven juga demikian. Hanya saja Scott mampu meramunya lebih halus dan lebih berperasaan.
Tetapi sudahlah,ini adalah penyerbuan penaklukan Konstantinopel sehingga mostly penonton hanya mengharapkan adegan perangnya saja tanpa perlu sibuk memikirkan kenapa ini dan kenapa itu. Dibanding Hollywood, efek perang kolosal ini jauh panggang dari api. Bahkan beberapa diantaranya merupakan efek tipikal film kelas B. But overall, it's OK untul ukuran di luar Hollywood.
Penaklukan Konstantinopel adalah fakta sejarah. So, seakurat apa film yang di barat berjudul Conquest 1453 ini. Tentu saja tak semua film bakal setia dengan pakem fakta yang terjadi, termasuk Fetih 1453. Sejarah adalah milik pemegang hegemoni yang dengan bebas dan liar bisa menambahkan, mengurangi atau bahkan membelokkan fakta yang kebanyakan orang tak paham. Diperlukan bumbu penyedap agar film ini tetap berasa manis dan gurih, termasuk menghilangkan yang ada dan memunculkan yang hilang. Bahkan orang Yunani marah besar atas film ini yang diklaim telah melecehkan bangsanya.
Dimana letak ketidakuratan film ini. Saya hanya kasih petunjuk saja dengan anda melihat pada diri Sultan Mehmed, Hassan, Urban, Era, Giustiani, dan Konstantin XI, dan bandingkan dengan referensi sejarah.
Umat muslim banyak yang menyayangkan adanya romansa antara Hassan dan Era yang menghiasi Fetih 1453. Mereka berpikir jika film agama ini sudah ternodai adegan tak senonoh keduanya. Bukannya saya tidak setuju, namun tolong disimak, ini film Turki dan bukan film Arab. Ingat, Turki adalah negara sekuler yang bahkan sudah banyak terkontaminasi oleh barat. Indonesia saya pikir justru jauh lebih santun dari Turki. Saya yakin, bangsa Indonesia tak bakal membuat adegan percintaan sevulgar demikian jika berkenaan dengan film agama.
Saya sendiri cukup menikmati, kecuali mungkin durasinya yang so so long, 160 menit. Bahkan dengan waktu sepanjang itu, Faruk tak mampu memaparkan satu demi satu tokoh dan karakter di dalamnya, sungguh disayangkan. Meski tak sedikit hole yang ada, namun saya masih bisa menerimanya kecuali pada endingnya. Sedari awal, kita disuguhi bagaimana perang dipersiapkan dan bagaimana perang berlangsung. Namun saya tak menemukan adegan bagaimana perang diakhiri.
Ending itu terasa dicut dengan semena-mena oleh Faruk sehingga mengurangi kenikmatan mata ini. Scene di Hagia Sophia memang cukup manis, tetapi akan lebih lengkap jika kita tahu bagaimana perang berakhir. Tiba-tiba saja kita diperlihatkan Konstantin XI yang sudah tewas. What a shame. Scene terbaik, saya pikir semua sepaham jika pertarungan Hassan dan Giustiani adalah adegan yang banyak menyita perhatian. Diantara semua adegan yang garing, mereka berdua mampu menyuguhkan yang berbeda.
Fetih 1453, saya pikir ini adalah film sejarah berdasarkan agama dan bukan sebaliknya. Bagi yang radikal atau fanatik, mending tak usah nonton daripada harus menyumpah atau beristighfar setelahnya. Saya pikir, apa yang disampaikan Rasulullah Muhammad SAW mengenai Konstantinopel bukanlah suatu ramalan. Hadits yang disampaikan Ahmad itu justru merupakan motivasi bagi umat Islam agar terus menyebarkan agama yang suci ini.