Selain pahala dan dosa, sesuatu yang selalu mengekor kehidupan seorang manusia adalah masa lalu. Meski hanya satu detik di belakang, itu tetaplah sebuah masa lalu. Bila pahala dan dosa bisa bertambah, maka masa lalu tak bisa diulang. Masa lalu hanya bisa menjadi sebuah pembelajaran hidup untuk kita menuju masa depan yang lebih baik. Masa lalu bisa menjadi pembelajaran sejati dalam hidup. Baik atau buruk masa lalu seseorang, itu tetaplah sebuah sejarah. Ya, setiap orang mempunyai sejarahnya sendiri. Sejarah paling hakiki adalah masa lalu setiap pribadi yang menjadi kenangan bagi setiap orang yang bernyawa di dunia ini. Ode To My Father menceritakan sekelumit sejarah hidup seseorang yang penuh dengan perjuangan.
Hungnam 1951, sebuah keluarga dipimpin seorang ayah, Yoon Jin Gyu (Jung Jin Young), menyelamatkan diri dari serbuan tentara Cina yang semakin mendekati Korea bagian utara. Dia harus membawa istri dan ketiga anaknya naik ke kapal Amerika yang akan meninggalkan Hungnam. Dari sini tragedi mulai terjadi, dua anggota keluarga, ayah dan salah satu anak perempuan, gagal naik kapal yang akan membawa mereka ke Busan, Korea Selatan. Di Busan, kehidupan ibu dan ketiga anak itu berjalan tak lebih baik. Mereka harus bekerja keras, terutama anak pertama keluarga tersebut yang bertindak mengambil peran ayahnya, Yoon Duk Soo (Hwang Jung Min).
Dok Soo harus bekerja sebagai penyemir sepatu dan kuli angkut pelabuhan untuk membiayai ibu dan kedua adiknya. Agar adiknya bisa bersekolah ke tingkat yang lebih tinggi, Duk Soo rela pergi ke Jerman bekerja di pertambangan batu bara bersama sahabatnya, Dal Gu (Oh Dal Su). Di Jerman, dia bertemu dengan Youngja (Kim Yunjin) yang kelak menjadi istrinya. Untuk membeli toko bibinya dan membiayai pernikahan adiknya, Duk Soo juga rela pergi ke Vietnam menjadi seorang teknisi. Dengan pengorbanan Duk Soo, kehidupan keluarga tersebut terus membaik hingga ke anak cucu.
Ode To My Father menjadi fenomena tersendiri di Korea Selatan. Drama ini menggeser The Host untuk menjadi film terlaris kedua di Korea setelah Roaring Currents. Kenapa drama ini menjadi begitu laris? Karena ada banyak unsur sejarah yang diselipkan yang menjadi kenangan sentimentil bagi setiap warga Korea di dalamnya. Itu adalah kepintaran tersendiri Youn Je Kyoon untuk membuat Ode To My Father berjalan seimbang diantara masa lalu dan masa kini.
Charming Kim Yunjin |
Memang, Ode to My Father berjalan secara flash back. Opening dimulai dengan masa kini yang memperlihatkan Duk Soo yang sudah berusia lanjut. Dan secara drastis tiba-tiba kita dibawa ke masa kecil Duk Soo saat semua sejarah tentang dirinya bermula. Tak ada yang salah dengan skema flash back ini karena secara perlahan Yoon Je Kyoon memasukkan peralihan dari masa lalu dan masa kini dengan begitu halus, tak membosankan.
Dan tak ada yang salah juga jika Yoon Je Kyoon mendomplengkan segala sesuatunya dengan sejarah sebenarnya dan dinamika semenanjung Korea mulai dari evakuasi 14 ribu warga Korea bagian utara di Hungnam, pengiriman pertama kali tenaga kerja dan perawat Korea ke Jerman dan Vietnam, hingga upaya warga Korea Selatan mencari saudaranya di Korea Utara. Maksud saya, peristiwa itu benar-benar terjadi di Korea Selatan dan menjadi sejarah tersendiri. Tak hanya itu, Youn Je Kyoon juga memasukkan tokoh-tokoh terkenal di dalam 'sejarah' di saat mereka belum menjadi apa-apa mulai dari desainer, pendiri merk mobil terkenal, penyanyi, hingga pegulat. Sesuatu yang juga bisa ditemui di Around The World In 80 Days.
Bukan Korea namanya jika tak membuat semuanya tedramatisasi semaksimal mungkin. Sutradara Haenduae dan Sex Is Zero ini memasukkan semua unsur sifat alami manusia mulai dari senang, amarah, hingga sedih ada di dalamnya. Humor, romansa, perjuangan, tragedi adalah penjabaran dari sifat alami tersebut hingga puncaknya adalah sebuah reuni keluarga super emosional yang akan menguras air mata. Film dengan judul asli Gukjesijang ini adalah sebuah tear-jerker yang sebenarnya tidak dibuat untuk itu, tetapi anda akan terjebak di dalamnya. Tak dilarang kok untuk menangis di scene reuni ini.
Setting adalah juga salah satu keunggulan Ode To My Father. Ada tiga negara yang menjadi setting yakni Ceko untuk menggambarkan Jerman, Thailand untuk Vietnam, dan tentu saja Korea Selatan untuk setting Busan di masa lalu. Suasana masa lalu digambarkan sangat pas dan tidak berlebih di sini. Kondisi perang dan melaratnya Korea Selatan waktu itu diwakili oleh setting yang mengagumkan.
So sentimentil |
Make up aktor/aktris di sini juga patut diacungi jempol. Tak ada yang menggantikan dua tokoh utama semasa mereka muda hingga tua. Mereka tetap berakting di dalam balutan make up yang luar biasa di paras mereka. Saya lihat Yunjin Kim sangat cantik dan segar saat ia menjadi perawat di Jerman. Dan ia sudah berubah paras menjadi ibu-ibu saat suaminya baru saja pulang dari Vietnam. Dan polesan di masa tua menjadikan dua tokoh utama kita menjadi seorang kakek nenek yang benar-benar berusia lanjut. Busana pun tak luput dari penggarapan yang apik. Busana lusuh dan compang-camping ada di saat masa perang, dan busana bersih namun tidak mewah ada di saat keluarga sedang berkumpul.
Semua pelakon di sini bermain sesuai perannya masing-masing. Tak ada yang bermain buruk. Semua berperan sesuai jatahnya masing-masing. Selain dua peran utama, credit title juga layak disematkan ke jagoan pengocok perut kita, Oh Dal Su. Tanpa Oh Dal Soo, sedikit rasa asin garam di Ode To My Father akan hilang dari lidah mata kita.
Ode To My Father, drama yang melengkapi dirinya dengan sesuatu yang tak terlupakan. Sentimentil bagi yang nonton, dan khususnya bagi warga Korea, mungkin penggemar K-Pop juga?
No comments:
Post a Comment