Profesi ibu rumah tangga terkadang dipandang sebelah mata. Tak hanya orang lain yang menganggap itu, bahkan orang yang paling dekat pun seringkali membenarkannya. Ada cukup banyak bully-an kepada ibu yang tidak bekerja, mulai dari hal yang berat hingga hal yang ringan. Persoalan sekecil apapun bisa menjadikan seorang ibu RT nampak bodoh dan tak berguna. Jangankan empati, rasa hormat pun terkadang tak nampak lagi. Yang ada di benak mereka adalah kewajaran. Kewajaran bahwa pekerjaan dan rutinitas ibu rumah tangga haruslah berkutat dengan rumah. No protest.
Memang tidak sekejam itu, tetapi lebih kurang itulah yang dirasakan Shashi (Sridevi). Shashi adalah ibu rumah tangga dari seorang suami dan dua anak. Suami Shasi, Satish Godbole (Adil Hussain), adalah seorang karyawan di perusahaan cukup mentereng di India. Anak pertama Shashi, Sapna Godbole (Navika Kotia), adalah ABG yang bersekolah di sebuah sekolah cukup elit. Pemikiran mereka modern dan update.
Shashi adalah istri yang konvensional. Mengurus rumah, memasak, melayani suami, dan menjaga anak adalah santapan sehari-hari yang harus dilakukannya. Namun Shashi punya satu kelebihan. Ladoo (kue khas India) buatannya sungguh-sungguh enak. Dengan keahliannya itu Shashi mendapatkan uang dengan menjualnya. Namun ladoo itu pula yang menjadi salah satu bahan bully-an Satish terhadap Shashi. Satish mengatakan bahwa Shashi memang terlahir untuk membuat ladoo, yang seakan-akan menyiratkan ungkapan bahwa tempat perempuan memanglah di dapur.
Di India, penggunaan bahasa Inggris adalah umum adanya. Namun Shashi tidak menguasai bahasa asing itu. Hal itu pulalah yang membuat Shashi juga dibully. Kali ini oleh anaknya sendiri, Sapna. Bahkan Sapna merasa sangat malu saat ibunya datang ke sekolah untuk mengambil rapornya. Bukannya Shashi cuek. Shashi tahu itu tetapi dia berusaha meredam di dalam hati segala hal yang meremehkannya.
Judgemental |
Suatu hari Shashi diundang kakaknya ke New York. Anak kakaknya hendak menikah dan bantuan Shashi di sana sangat diharapkan. Tanpa modal ngomong Inggris, Shashi datang ke negara yang warganya menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa sehari-hari. Ternyata di sana kekhawatiran Shashi terbukti.
Siapa sangka hal sekecil seperti gegap komunikasi bisa menjadi menu utama dalam sebuah film. Dan hasilnya adalah suatu tontonan yang hangat dan sarat makna. English Vinglish adalah sebuah drama yang secara tersirat menyajikan banyak petuah baik nan bijaksana. English Vinglish berjalan linear dengan visualisasi cerah khas India, secerah sari yang dikenakan Shashi. Still, there are sings and dances, namun tidak berlebih, dengan goyangan yang tidak lebay juga.
English Vinglish banyak mengajarkan petuah khususnya kepada young generation bahwa yang tua tetap harus dihormati, siapapun dan dalam kondisi apapun. Kesombongan adalah sia-sia karena kita tidak tahu siapa sebenarnya kita. Dan don't judge a book by its cover karena kita juga tidak tahu apa yang tersembunyi di balik pribadi seseorang, Shashi menyebutnya dengan Judgemental (menghakimi). English Vinglish juga mengajarkan kita agar tidak menyerah, selalu berusaha bagaimanapun caranya. Last but least, kesetiaan adalah yang utama.
English Vinglish adalah drama. Namun ia boleh juga disebut humor. Dan sah juga bila anda menyebutnya film keluarga. 3 in 1 itu lah yang disajikan Gauri Shinde dengan amazing. Shinde dengan fasih mengeksekusi English Vinglish menjadi sebuah sajian Bollywood bermutu, senyampang karena ia juga menulis scriptnya. Narasi English Vinglish terasa enteng dan sangat mudah diikuti, namun sarat dengan pesan. Memasukkan kisah asmara sebenarnya menjadi perjudian tersendiri, but it's not a big problem, isn't it?. Oh ya, setting India dan new York dengan visualisasi cerah berwarna-warni hasil sorotan Laxman Utekar seakan menyiratkan betapa terbukanya Shashi akan perubahan menuju ke arah yang lebih baik.
The Wedding |
Fokus perhatian di sini adalah Sridevi. Baru tetapi lama adalah Sridevi sendiri. Setelah hiatus selama 15 tahun, Sridevi kembali ke dunia yang telah membesarkannya. Comeback Sridevi dalam English Vinglish langsung membesarkan namanya (lagi). Dia sekarang dianggap sebagai Merryl Streep nya India. Penampilan Sridevi yang rapuh dan bingung namun tegar dianggap sebagai salah satu penampilan terbaiknya. Ia masih segar dan tak terlihat tua meski saat film ini dirilis ia sudah berusia 49 tahun.
Aktor/aktris pendukung lain juga tampil sama baiknya. Lihatlah bagaimana mereka yang bukan dari India tampil dengan luwesnya. Perbenturan budaya antar mereka bukanlah suatu masalah besar. Perbedaan diantara mereka justru menjadi bumbu yang makin menggurihkan setiap scene di kelas bahasa Inggris tersebut. Amitabh Bachan menjadi cameo di sini dengan penampilan singkatnya yang segar. Saya suka ucapannya saat ia ditanya alasannya datang ke Amerika Serikat oleh petugas bandara.
English Vinglish, gegar bahasa ternyata bisa menjadi konflik tersendiri. Bukan pada hasilnya mengatasi konflik, tetapi proses ke arah sana memberikan banyak pelajaran berharga. Konflik kritis berakhir dengan ending yang manis, yang mungkin saja akan membuat anda menangis. Don't be pesimist.
No comments:
Post a Comment