Surabaya - Warga Surabaya dan sekitarnya membanjiri road show 'Epic Java' ke Surabaya. Tiket untuk 244 tempat duduk sold out. Banyak yang kecewa karena tak mempunyai kesempatan lagi menonton film dokumenter tersebut.
"Sold out dalam 1 jam. Banyak yang kecewa karena tak kebagian tiket. Sayangnya pertunjukannya hanya hari ini saja," kata Dini, salah satu panitia kepada detikHOT di Surabaya Town Square (Sutos), Jumat (15/11/2013).
'Epic Java' diputar di studio 3 XXI Sutos. Tak hanya dari Surabaya, banyak juga yang datang dari daerah sekitarnya seperti Gresik, Sidoarjo, dan Malang. Alasan menonton Epic Java pun bermacam-macam.
"Saya suka fotografi. 'Epic Java' kan dibuat menggunakan kamera SLR dan menggunakan teknik timelapsed serta slow motion, nah kami tertarik melihat itu," kata Irwan, warga Suci, Gresik.
Irwan tak sendiri, dia datang bersama 7 orang temannya dari Gresik. Sementara Angga, warga Tandes, Surabaya mengaku tertarik menonton Epic Java karena ia suka travelling.
"Melihat trailer-nya yang indah, jadi pengen melihat filmnya secara utuh. Sekalian bisa dijadikan referensi untuk destinasi selanjutnya," kata Angga.
Baik Irwan dan Angga mengetahui segala hal tentang 'Epic Java' melalui media sosial. Epic Java memang mengandalkan media sosial sebagai sarana promosinya ,dan itu efektif. Tepuk tangan penonton pun menggema usai 30 menit terakhir dari Epic Java habis.
'Epic Java' sendiri dibuat oleh 4 pemuda kreatif yang tergabung dalam Embara film. Mereka adalah Febian Nurrahman Saktinegara (sutradara, editor), Arie Naftali Hawuhede (produser), Galih Mulya Negara (penulis naskah), dan Denny Novandi Ryan (penata musik). Sayangnya dalam kesempatan kali ini, hanya Febian dan Galih saja yang hadir. Penonton bisa berdiskusi dengan mereka seusai pemutaran film.
"Embara berasal dari bahasa sansekerta yang artinya pengelana. Cocok untuk kami yang membuat film tentang perjalanan alam," ujar Galih.
Galih tidak mengatakan dengan jelas berapa biaya untuk film yang dibuat selama satu tahun itu. Yang pasti, dana tersebut didapat melalui crowdfounding (sumbangan) baik dari rekan kerja, sahabat, maupun orang-orang yang bersimpati.
"Biayanya 7 smartphone merek premium paling baru. Tapi itu hanya biaya produksinya saja, belum yang lain," kata Galih.
Sementara itu Febian menerangkan bahwa Jawa menjadi fokus film ini karena para punggawa film ini berada di tanah Jawa. Namun fakta sebenarnya mereka mengaku tidak bisa membuat film di luar Jawa karena keterbatasan dana. Bagi Febian, tak mudah membuat karya dengan keterbatasan.
"Rasa gamang di tengah jalan memang ada, tapi kami terus bangkit hingga selesainya karya ini," ujar Febian.
Dalam diskusi tersebut juga hadir Igak Satrya Wibawa dari Inisiator Independent Film Surabaya (Infis) serta Agung Yoga selaku General Manager Lintang Buana Tourism. Igak sendiri mengapresiasi apa yang sudah dihasilkan oleh Embara. Menurut Igak, Epic Java merupakan langkah berani dalam dunia perfilman Indonesia.
"Embara sangat berani saat membuat Epic Java karena hal seperti ini tidak populer. Tidak banyak grup seperti ini. Capaiannya luar biasa," puji Igak.
Dosen Komunikasi Universitas Airlangga (Unair) itu menambahkan, mungkin apa yang dipilih Embara adalah sesuatu yang sulit, tetapi Embara tetap maju sehingga menghasilkan sesuatu yang baru. "Perlu keluar dari comfort zone untuk menciptakan sesuatu yang baru," lanjut Igak.
Apa yang dihasilkan Embara, kata Igak, sebenarnya merupakan promosi bagi destinasi wisata khususnya di Pulau Jawa. Tetapi yang melihat tidak sadar bahwa sebenarnya Epic Java merupakan suatu sarana promosi yang bakal mengisi relung hati dan otak mereka.
"Ini bagus karena how to promote without promoting," tukas Igak.
Sementara Agung Yoga mengatakan jika destinasi yang diambil Epic Java merupakan destinasi yang sudah populer di Jawa. Meski begitu, sebagian dari masyarakat belum tahu destinasi tersebut, dan itu dipromosikan dengan sangat baik oleh 'Epic Java'.
"Kami sangat mengapresiasi dan mendukung setiap promosi yang dilakukan. Dan Epic Java sudah melakukannya," ujar Agung Yoga.
Selain diputar di Surabaya, 'Epic Java' juga sudah melakukan road show di berbagai kota lain seperti Bandung, Jakarta, dan Jogyakarta. Epic Java merupakan film bergenre dokumenter non naratif. Dibuat menggunakan kamera SLR, Epic Java menghadirkan tontonan dengan teknik timelapsed dan slow motion.
Ada 50 lokasi yang di-shoot untuk Epic Java mulai dari timur hingga barat. Epic Java terbagi dalam 3 segmen yakni surya, sakral, dan priangan. Surya menggambarkan bagaimana kehidupan bermula di timur (Jawa Timur) yang diawali dengan terbitnya matahari. Blue flame ijen, taman nasional Baluran, pantai Klayar, Goa Gong, pantai Papuma, air terjun Madakaripura, reog Ponorogo, Gunung Kelud, dan Bromo adalah lokasi-lokasi yang mengisi segmen surya.
Sakral mengisi bagian tengah Epic Java dengan penggambaran religiusitas di tanah Jawa (Jawa Tengah dan Jogyakarta). Lokasi yang mengisi sakral adalah candi Borobudur, Candi Prambanan, Dieng, Sumur Gumuling Taman Sari, beteng kraton Jogyakarta, Kaliadem, Gunung Merapi, pantai Parangtritis.
Priangan menjadi pemungkas Epic Java. Priangan menggambarkan tradisional dan modernisme di Jawa (Jawa Barat). Lokasi yang mengisi segmen priangan adalah Gunung Tangkuban Perahu, Ciwidey, Pameungpeuk, Green Canyon, Cap Go Meh di Cibadak, Candi Cangkung, Gunung Papandayan.
Epic Java, dokumenter yang mampu menghanyutkan imaji akan keterbatasan kita dalam mengakses alam. Dengan scoring yang luar biasa, imaji ini akan serasa berada di berbagai lokasi berbeda dan tanpa sadar selalu memuji keagungan dan kebesaran Tuhan semesta alam akan kemurnian dan keindahan yang telah diberikan.
No comments:
Post a Comment