Olah raga panahan memang tidak populer. Ibarat langit dan bumi, olah raga bermaterikan utama busur dan anak panah itu terpukul telak jika dibandingkan dengan sepak bola, olah raga paling populer di Indonesia. Namun siapa sangka jika panahan adalah olah raga yang pertama kali membuat nama Indonesia menjadi harum di mata dunia. Dibanding sepak bola yang lebih banyak kisruhnya, panahan justru menyumbang medali pertama kali bagi Indonesia di Olimpiade. Itu terjadi pada Olimpiade 1988 yang dihelat di Seoul, Korea Selatan.
Donald Pandiangan (Reza Rahadian) ngamuk begitu ia tahu jika Indonesia memboikot Olimpiade Moskow 1980. Pemboikotan dilakukan karena Uni Soviet secara tiba-tiba menginvasi Afghanistan. Pandi yang dijuluki Robin Hood nya Indonesia putus harapan dan menghilang. Tujuh tahun kemudian, Indonesia berencana mengirimkan atlet panahannya ke Olimpiade Seoul 1988. Udi Harsono (Doni Damara) sebagai kepala organisasi panahan Indonesia ingin Pandi menjadi pelatih.
Setelah sempat menolak, Pandi akhirnya bersedia. Dia melatih tim panahan putri yang akhirnya memutuskan Nurfitriyana Saiman (Bunga Citra Lestari), Kusuma Wardhani (Tara Basro), dan Lilis Handayani (Chelsea Islan) yang akan dikirim ke Olimpiade Seoul. Latihan keras pun mereka terima dengan segala halangan yang ada hingga saat pertandingan pun tiba.
Ini Bukan di Surabaya |
Mengambil kisah nyata tentang perjuangan anak bangsa mengharumkan nama negara memang gampang-gampang susah. Namun Iman Brotoseno selaku sutradara lebih memilih mengambil jalan tengah. Alih-alih menjadikan 3 Srikandi sebagai sajian yang berat, Iman lebih memilih bermain aman. Porsi 'perjuangan' yang menghentak ia buang jauh-jauh. Tak ada yel-yel, koar-koar, ataupun pekik membara. Sebagai gantinya, Iman memasukkan pop drama mengharu biru di dalamnya melalui narasi yang ditulis dia sendiri bersama Swastika Nohara.
Hasilnya, 3 Srikandi menjelma menjadi sajian yang enteng, mudah dinikmati, gampang dicerna, dan eye catching. Iman juga menaburkan sejumput bumbu humor sebagai pelepas penurun tensi. Dan Sebagai pelengkapnya adalah sajian lanskap-lanskap yang indah dan menawan dalam sorotan kamera Ipung Rachmad Syaiful. Jadinya buang jauh-jauh pikiran bahwa 3 Srikandi adalah sport film.
Untunglah 3 Srikandi mempunyai cast yang solid. Meski kemasannya berasa ringan, namun setiap pelakon di dalamnya tampil maksimal. BCL tidak jelek, mengingat ia hanya mempunyai waktu yang singkat karena menggantikan Dian Sastro yang tiba-tiba tidak jadi bergabung. Tara Basro tetap pada penampilan terbaiknya. Dan penampilan paling cemelang ditunjukkan oleh Chelsea Islan. Ia berhasil mengejawantahkan dirinya sebagai arek Suroboyo.
Bulls Eye |
Meski dialek Suroboyoannya masih kurang luwes, namun usaha keras gadis yang mempunyai nama tengah Elizabeth ini layak diapresiasi. Tingkah gokilnya yang lugu dan norak mendapat hati tersendiri. Ini adalah penampilan terbaik Chelsea sejauh ini. Tak perlu kata lagi untuk Reza Rahadian. Ia tetap bermain sesuai kualitasnya. Ia bisa tampil dengan baik sebagai orang Medan dengan dialeknya yang menawan.
3 Srikandi, biopic ringan yang menghibur. Meski diisi cast yang menawan, namun karena kemasannya yang ringan, maka film perdana Iman ini seakan melayang. Dan mungkin saja mudah dilupakan.
No comments:
Post a Comment