Forget the truth, find the story |
Arah dan maksud dari seseorang yang mempunyai tujuan bijak pada dasarnya adalah baik. Namun cara atau jalan yang dilakukan dan dilaksanakan terkadang membuat tujuan tersebut mempunyai halangan tersendiri. Bahkan tujuan itu bisa-bisa tak tercapai karena aral yang melintang akibat cara dan jalan yang salah. Dan cara atau jalan tersebut bersumber pada pembuatnya. Terkadang saya menemukan film seperti itu. Ingin menjadikan film tersebut bergrade tinggi secara kualitas, namun jatuhnya malah B movie yang kadangkala seorang amatir saja mampu melakukannya lebih baik.
Thomas (Daniel Bruhl), seorang pembuat film dokumenter, datang ke Siena, Italia. Thomas tertarik memfilmkan kasus tewasnya Elizabeth Pryce (Sai Bennett), seorang mahasiswa Amerika, yang dibunuh di Italia. Dalam kasus ini, dugaan pelaku pembunuhan adalah teman satu kamarnya yang juga berasal dari Amerika, Jessica Fuller (Genevieve Gaunt), dan kekasih Italianya, Carlo Elias (Ranieri Menicori).
Dalam usahanya mencari data, Thomas menggunakan jasa Simone Ford (Kate Beckinsale), seorang jurnalis lepas asal Amerika yang bekerja di Italia. Dalam perburuannya mencari detil kasus, Thomas terhubung dengan banyak orang seperti diantaranya seorang yang dianggap tahu segala, Edoardo (Valerio Mastandrea) dan Melanie (Cara Delevinngne), seorang pelayan kafe yang juga adalah mahasiswa asal Amerika. Banyak hal yang menjadi aral bagi Thomas dalam usahanya menyatukan setiap keping kejadian. Ditambah lagi, dalam usahanya melakukan penelitian, Thomas terlihat bingung dan linglung.
Beautiful Kate |
Sebenarnya film ini berpotensi besar dijadikan thriller dengan mengambil setting peristiwa sebenarnya tersebut. Tetapi entah apa yang ada di benak Michael Winterbottom sehingga menyia-nyiakannya. Yang terjadi justru kebingungan di sana sini tanpa Michael mejelaskannya. Penonton mungkin paham apa yang telah terjadi, tetapi pemahaman itu langsung hancur lebur saat secara drastis Winterbottom mengarahkan film nya ke sisi yang kurang jelas.
Winterbottom mungkin saja secara gamblang menerjemahkan begitu saja naskah buatan Paul Viragh. Apakah ini akan dibikin drama, thriller, ataukah thriller psikologis, saya pikir sutradara kelahiran Inggris ini malah mencampur-aduk semuanya. Sehingga ibarat makanan, bumbu campuran yang diramu justru bisa membuat yang memakannya sakit perut. Begitu juga dalam kasus ini, yang terjadi ialah kelelahan mata dan kusutnya otak ini mencerna apa maksud sebenarnya. Apakah Winterbottom ingin menjadikan The Face of an Angel as fuck as Enemy nya Dennis Villenueve? Ah, itu sangat jauh panggang dari api. Enemy membuat kita berpikir sementara The Face of an Angel membuat kita menguap.
The Face of an Angel diinspirasi oleh buku berjudul Angel Face karangan Barbie Latza Nadeau. Buku ini menceritakan kasus pembunuhan Meredith Kercher yang diduga dilakukan oleh Amanda knox, teman satu kamarnya. Barbie sendiri adalah seorang jurnalis lepas Newsweek/Daily Beast di Italia. Dalam film ini, Barbie diperankan oleh Kate Beckinsale. Penampilan Kate di sini biasa saja secara ia juga tak banyak mempunyai banyak porsi untuk menunjukkan kemampuannya.
Penampilan Daniel Bruhl di sini saya pikir juga biasa saja. Tetapi ia masih di bawah Beckinsale. Bruhl sepertinya bingung dan kurang bisa mengeksplorasi perannya dengan baik. Scene stealer saya adalah Cara Delevingne. Dengan manisnya, model asal Inggris ini menceriakan The Face of an Angel dengan caranya sendiri. Cara memang manis, cantik, dan bisa menjadi hot babes bila ia tetap konsisten di jalurnya.
The Face of an Angel, bukan tontonan yang menarik. Membingungkan di hampir semua sisi. Hampa dan kurang bisa dipahami maksud dari masing-masing pemerannya. Not recommended.
No comments:
Post a Comment