No whip, no gun...All fun! |
Untuk dunia animasi, sepertinya Amerika dengan Hollywoodnya masih menjadi kiblat bagi para insan animator. Kejernihan, kedalaman, serta kedetilan karakter masih lebih unggul dibanding animasi lain di luarnya. Namun bukan berarti animasi di luar Hollywood sama sekali tidak berarti. Animasi di luar Hollywood sangatlah berkembang dan menjangkau segala lapisan masyarakat dunia. Namun dalam hal teknis, animasi Hollywwod tetap lebih unggul. Meski unggul dalam hal teknik, namun script film animasi Hollywood terkadang kedodoran. Sesuatu yang seharusnya bisa dimanfaatkan dan menjadi daya lebih animasi di luar Hollywood.
Sejak kecil, Tadeo (Kerry Shale) sudah bercita-cita menjadi seorang arkeolog. Bahkan Tadeo selalu mengaplikasikan impiannya itu ke dalam pekerjaannya sebagai tukang bangunan. Tentu saja seluruh pekerjaan yang dia kerjakan selalu kacau dan berakhir dengan pemecatan. Namun suatu hal tak terduga membuatnya menjadi seorang 'arkeolog'. Secara tak sengaja, ia menggantikan Professor Humbert (Mac McDonald) menuju ke Puerto Rico. Menuju sebuah situs suku Aztec berupa kota hilang Paititi.
Imitating Lara Croft |
Di Peru, Tadeo bertemu dengan Sara Lavrov (Ariel Winter), anak dari Profesor Lavrof (Mac McDOnald). Profesor Lavrof sendiri diculik oleh sekelompok penjarah pimpinan Kopponen (Kerry Shale). Ditemani Freddy (Cheech Marin), jadilah mereka bertualang menuju Paititi. Mereka terus dikejar karena artefak sebagai pembuka kunci Paititi dibawa oleh mereka. Dalam petualangannya, mereka bertemu Max Morden (Adam Jones), arkeolog selebriti yang ternyata kekasih dari Sara. Dari Morden lah kasus itu akhirnya terbuka dan terkuak. Ternyata memang ada banyak rahasia di dalam Paititi, rahasia yang mengubah kisah hidup Morden selamanya.
Berbekal tiga penghargaan dari Goya Award (Oscarnya Spanyol) untuk best adapted screenplay, best new director, dan best animated film, Tadeo The Last Explorer dengan pede dilempar ke pasaran di luar Spanyol. Untuk peredarannya di Amerika Serikat dan dunia, Paramount Pictures lah yang menghandle nya. Animasi ini sebenarnya merupakan proyek lanjut dari Enrique Gato berdasarkan film pendeknya 'Tadeo Jones' yang dibuatnya pada 2004 silam. Film sepanjang 9.16 menit itu menggambarkan bagaimana Tadeo masuk dan bertualang ke situs kuno Mesir. Film pendek ini cukup menarik dengan twist yang lumayan.
End of Morden |
Seperti disingung di atas, script seharusnya menjadi senjata utama bagi animasi di luar Hollywood untuk membuktikan diri. Sayangnya, Gato menyia-nyiakannya. Ide Gato terhadap film berjudul asli Las Aventuras de Tadeo Jones ini sama sekali bukan ide orisinal. Lihat saja penggambaran Tadeo yang dimiripkan dengan Indiana Jones. Hal itu ditambah dengan penggambaran Sara yang dimiripkan dengan Lara Croft. Kemudian ladang petualangan mereka adalah ladang milik Indiana Jones: Raider of Lost Ark.
Berbicara soal ketajaman gambar, Tadeo bukanlah apa-apa dibanding misalnya animasi buatan Pixar maupun Dream Works. Secara kasat mata, ketajaman gambar Tadeo memang sudah bagus. Namun jika dilihat lebih dekat lagi, tidak ada kedetilan di dalam animasi tersebut. Animasi di Tadeo halus secara tersurat, namun cukup kasar secara tersirat. Menonton animasi Tadeo tidak ada bedanya seperti nonton Ipin dan Upin saja. Nah, bukankah sebuah ironi jika animasi yang masih di bawah standar kiblatnya, diisi dengan script yang kurang original. Tapi bagaimanapun Tadeo The Last Explorer tetaplah animasi yang menghibur.
lucu film iki mas.tapi waktu nonton nang Cito, barengan sama anak2 kecil aq mas, serasa kembali masa SD :)
ReplyDelete